Diaknosis Aanak Bermasalah
A. Anak Bermasalah
1. Pengertian Anak Bermasalah
Anak bermasalah
atau sering dikenal sebagai anak nakal dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah Juvenile delinquency yang
mempunyai arti prilaku anak yang melanggar hukum dan apabila dilakukan orang
dewasa termasuk kategori kejahatan termasuk prilaku pelanggaran anak terhadap
ketentuan perundang-undangan yang diperuntukan bagi mereka[4].
Anak bermasalah
atau yang juga disebut anak beresiko secara umum digambarkan sebagai pembuat
onar (troubel marker), anak yang malas,
suka cari perhatian, egois dan pembohong. Anak bermasalah ialah anak yang
mempunyai prilaku yang tidak sesuai dengan keinginan atau harapan yang
berkesuaian dengan nilai-nilai yang dianut orang tua, keluarga atau bahkan
lingkungan keluarganya[5].
Ada dua jenis
prilaku manusia, yakni prilaku normal dan prilaku abnormal. Prilaku normal
adalah prilaku yang dapat diterima dimasyarakat adalah segala sesuatu yang
diperbuat oleh seseorang atau pengalaman. Sedangkan prilaku abnormal adalah
prilaku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai
dengan norma-norma sosial yang ada. Prilaku abnormal ini juga bisa disebut
prilaku menyimpang atau prilaku bermasalah. Apabila anak dapat melaksanakan
tugas prilaku pada masa perkembanganya dengan baik, anak tersebut dapat
dikatakan berprilaku normal[6].
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa prilaku bemasalah pada siswa adalah prilaku yang tidak
biasa atau menyimpang dari aturan akibat dari penyesuaian yang dilakukan dengan
lingkungan guru perlu memahami prilaku bermasalah ini sebab “prilaku
bermasalah” biasanya tampak didaalam kelas bahkan dia menampakan prilaku
bermasalah itu didalam keselurahan interaksi dengan lingkungannya. Memahami
prilaku bermasalah mengandung arti bahwa guru harus lebih sensitif terhadap
interaksi antara berbagai kekuatan dan faktor dilingkungan peserta didik dengan
penampialan prilaku peserta didik disekolah. Prilaku bermasalah merupakan
bagian dari pendidikan anak berkebutuhan khusus.
2. Macam-macam Permasalahan Pada Anak
a. Permasalahan Perkembangan Anak Secara Umum
Pada prinsipnya
berkembang adalah hal yang dinamis dengan berbagai warna perubahan yang
terjadi. Namun perubahan yang berjalan dengan dinamis pada kenyataannya harus
berhadapan dengan berbagai permasalahan perkembangan yang akan ditemui oleh
tiap individu dalam tiap-tiap tahan perkembangan. Tidak tekecuali permasalahan
yang muncul pada perkembangan anak usia dini, berikut ini permasalah
perkembangan anak yaitu[7]:
1)
Keagresipan sosial yakni prilaku agresif secara
sosial, adalah prilaku yang menyerang orang lain baik menyerang secara verbal
maupun menyerang secara fisik. Penyebab prilaku agresif menurut Suton-smith
adalah anak sedikit mendapat kasih sayang, bimbingan dan perhatian dari orang
tua.
2)
Kecemasan yaitu menunjuk kepada keadaan emosi
yang tidak menyenangkan. Kecemasan adalah reaksi emosional yang umum dan
tampaknya tidak berhubungan dengan keadaan atau stimulus tertentu. Penyebab
kecemasan dari orang tua yang terlalu melindungi, aturan kedisiplinan yang
berlebihan, kemandirian yang belum tebiasa, sosialisasi anak yang kurang, takut
karena cuaca.
3)
Temper tantrum adalah ledakan emosi yang kuat
yang tejadi ketika anak merasa lepas kendali, dalam hal ini biasanya berupa
peristiwa anak yang menangis, menjerit-jerit, dan bergulingan dilantai.
Penyebabnya dari temper tantrum itu disebabkan dari kelelahan, frustasi, lapar,
sakit, kemarahan, kecemburuan, perubahan dalam rutinitas, tekanan dirumah dan
disekolah.
4)
Hiperaktif yakni prilaku anak yang disebut
hiperaktif dapat dilihat dari kesukaran memusatkan perhatian dalam jangka waktu
tertentu. Anak hanya mampu memusatkan perhatiannya dalam jangka waktu yang
sangat pendek. Disamping itu anak mudah terganggu pikiran, perhatian, dan tidak
mampu mengontrol diri untuk sedikit tenang.
5)
Ganguan sulit berkonsentrasi atau gangguan pemusatan
perhatian (GPP) adalah suatu gangguan pada otak yang mengakibatkan kesulitan konsentrasi
ada pemusatan perhatian. Penyebabnya kadang dari faktor genetik, tekanan
psikososial, ibu hamil yang kecanduan alkohol, gangguan pada masa prenatal dll.
6)
Gagap adalah gangguan ritme atau irama
berbicara, bentuknya dapat berupa pengulangan kata-kata. Penyebabnya dari
faktor fisiologis, faktor psikis dan faktor sosial atau lingkungan.
7)
Penarikan Diri (Withdrawal) yaitu prilaku
menarik diri dilakukan anak jika situasi yang dihadapinya dirasakan mengancam.
Mungkin anak duduk menyendiri, menundukan kepala atau mentup mukanya suatu
mengahadapi gurunya yang marah.
8)
Regresi yaitu prilaku anak yang pantas untuk
perkembangan terdahulu, misalnya anak berumur 8 thn disekolah mengompol,
mengisap ibi jari, atau menunjukan ketergantungan kepada guru dalam menghadapi
kesukaran dalam belajar. Mengompol yaitu terjadi karena anak dalam situasi
ketegangan psikologis yang tidak tertahankan, sehingga anak buang air kecil
tanpa disadarinya.
9)
Pemalu adalah sikap individu yang individu yang
tidak mempunyai keterampilan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya, penyebab anak pemalu yaitu anak merasa tidak aman atau tidak
mempunyai keberanian untuk mengekspresikan dirinya, sikap orang tua yang
terlalu melindungi, sikap orang tua yang kurang memberikan perhatian, anak
terlalu banyak penerimaan hukuman dari orang tua atau pendidik, dan faktor
perlakuan yang salah.
10)
Takut adalah salah satu bentuk emosi yang
mendasar pada diri manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang
merupakan reaksi terhadap keadaan bahaya dan bertujuan melindungi dirinya
sendiri.
b. Permasalah Anak Secara Khusus (Fisik)
1)
Tuna Grahita/MR, Penyedangan tuna grahita atau
cacat grahita adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual (IQ). Cacat ini
akan tampak jelas setelah anak-anak masuk ke taman kanak-kanak, atau setelah
masuk sekolah. Kecacatan jenis ini disebabkan dari kandungan, peristiwa
kelahiran tersendiri yang menyebabkan kecacatannya itu sakit, kurang gizi, dan
karena tekanan lingkungan sosial.
2)
Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu), secara normal
orang mampu menangkap rangsangan atau stimulus yang berbentuk secara luas baik
dari segi kuatnya atau panjang pendek serta frekuensinya. Kerusakan pada alat
pendengaran tersebut beragam ada yang karena bagian luar telinga yang rusak,
bagian tengah atau bagian dalam. Adapun penyebabnya seperti juga cacat yang
lain, beragam mungkin dibawa sejak dari dalam kandungan (genetik), proses
kelahiran, kecelakan, penyakit seperi miningitis dan lain sebagainya.
3)
Tuna Netra, kemampuan pandang seseorang tidak dapat diterka pada saat bayi
baru lahir. Tetapi juga ada kelainan akan berkembang terus, apabila anak ini
tidak bermasalah maka hasil pengamatan akan dikirim ke otak dan hasilnya berbentuk tanggapan yang benar.
Gangguan ini dapat ditimbulkan hambatan pada retina[8].
3. Faktor Penyebab Permasalahan Anak
Terdapat beberapa
faktor penyebab permasalahan pada anak, baik yang bersifat intrinsik (berasal
dari diri anak sendiri) maupun ekstrinsik (berasal dari luar diri anak). Secara
umum, faktor-faktor tersebut ialah:
a.
Pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang
ada pada dirinya.
b.
Lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orag
tua, keadaan sosial ekonomi keluarga, dll.
c.
Lingkungan sekolah, meliputi cara mengajar guru,
proses belajar, mengajar, alat bantu, kurikulum dll.
d.
Masyarakat, mencakup pergaulan, norma, adat
istiadat dll[9].
4. Metode Mengatasi Anak Bermasalah
Dari faktor
penyebab anak bermasalah, dapat dirumuskan metode untuk mengatasi anak
bermasalah yaitu sebagai berikut:
a.
Metode Konseling
Metode bimbingan
konseling adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok orang
secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau
atau sekolompok individu menjadi pribadi yang mandiri. Kemandirian yang menjadi
tujuan usaha bimbingan ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan
oleh pribadi mandiri yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana
adanya, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis ,
mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri dan mewujudkan diri mandiri[10].
b.
Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dalam penanganan tahap
kuratif biasanya berupa hukuman dan bimbingan, hukuman harus bersifat edukatif,
serta membuat anak didik jera[11].
5.
Peran
Guru dalam mengatasi Anak Bermasalah.
Prilaku bermasalah
pada siswa yang pertama harus menangani adalah guru. Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen no.14
tahun 2005, “Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidik formal, pendidik dasar dan pendidikan menengah”[12].
Guru mempunyai banyak peran dalam pembelajaran
salah satunya sebagai pembimbing, yang bearrti sebagai pembimbing guru harus
merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu, menetapkan jalan, cara,
metode yang harus ditempuh, melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, mampu
memaknai kegiatan belajar serta melaksanakan penilaian. Untuk dapat
melakasanakan perannya guru terlebih dahulu mencari penyebab anak yang biasanya
tampak bermasalah didalam kelas dan kebiasaan prilaku bermasalah diantaranya
kesulitan belajar, kelainan tubuh, hiperaktif, dan gangguan konsentrasi, yang
dilakukan didalam keseluruhan interaksi dengan lingkungannya. Setelah
mengetahui prilaku bermasalah pada anak, guru dapat melakukan penanganan dengan
tepat. Dengan menggunakan bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu: bentuk
layanan pendidikan segregrasi, bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi[13].
C. Pengaruh Anak
Bermasalah Dilihat Dari Pola Asuh
1. Pengertian Pola asuh
Ritayani
lubis menyatakan pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai
makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Lain halnya dengan
pendapat Whiting dan Child, menurut mereka dalam proses pengasuhan anak yang
harus diperhatikan adalah orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan
atau keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam[14].
Menurut Baumrith
pola asuh pada perinsipnya merupakan
“yakni bagaimana orang tua mengontrol , membimbing dan mendampingi
anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan nya menuju pada proses
pendewasaaan”.[15]
Sedangkan menurut
Hetherington dan Porke pola asuh merupakan bagai mana cara orang tua
berinteraksi dengan anak secara total yang meliputi proses pemeliharaan, perlindungan
dan pengajaran bagi anak[16].
Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah bagaimana cara orang
tua berinnteraksi dengan anak dengan memberikan perhatian kepada anak dan
memberikan pengarahan agar anak mampu mencapai hal yang diinginkannya.
2. Peran Keluarga dalam pengasuhan Anak.
Peran keluarga
begitu penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak, baik
perkembangan sosial, budaya dan agamanya. Adapun beberapa peran keluarga dalam
pengasuhan anak adalah sebagai berikut[17]:
a.
Terjalinnya hubungan yang harmonis dalam
keluarga melalui pernerapan pola asuh islami sejak dini.
b.
Membimbing anak dengan kesabaran dan ketulusan
hati akan mengahntarkan kesuksesan anak. Dimana ketika orang tua memberikan
pengasuhan dengan sabar secara tidak langsung orang tua memupukkan kedalam diri
anak tentang kesabaran.
c.
Kebahagian akan menjadi kewajiban orang tua,
dimana orang tua harus menerima anak apa adanya, mensyukuri nikmat yang telah
diberikan allah swt, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak
dengan bimbingan-bimbingan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola asuh
a.
Lingkungan Tempat tinggal
Salah satu faktor
Yang mempengaruhi pola asuh adalah lingkungan tempat tinggal. Perbedaan
keluarga yang tinggal dikota besar dengan keluarga yang tinggal di pedesaan
berbedaa gaya pengasuhannya.
b.
Sub Kultur budaya
Sub kultur budaya juga termasuk dalam
faktor yang mempengaruhi pola asuh. Dalam setiap budaya pola asuh yang
diterapkan berbeda-beda, misalnya ketika disuatu budaya anak diperkenankan berargumen
tentang aturan-aturan yang ditetapkan orang tua, tetapi hal tersebut tidak
berlaku untuk semua budaya.
c.
Status sosial ekonomi
Keluarga yang memiliki status sosial
yang berbeda juga menerapkan pola asuh yang berbeda juga[18].
4. Macam-macam Pola Asuh
Jeanne Ellis Ormrod
mengemukakan bahwa tipe pola asuh yang umum dalam keluarga, diantaranya yaitu:
a.
Otoritatif
Pola asuh otoritatif (Autboritative perenting).
Pola orang tua yang menggunakan pola asuh ini menghadirkan lingkungan rumah
yang penuh kasih dan dukungan, menerapkan ekspektasi dan standar yang tinggi
dalam berprilaku. Dalam pola asuh tipe ini orang tua cenderung menganggap
sederajat hak dan kewajiban ank dibanding dirinya karena pada prakteknya tipe
pola asuh otoritatif ini, para orang tua memberi kebebasan dan bimbingan kepada
anak. Orang tua banyak memberi
masukan-masukan dan arahan terhadap apa yang dilakukan oleh anak dan orang tua
bersifat objektif, perhatian dan kontrol terhadap prilaku anak.
b.
Permisif
Pola asuh tipe
permisif adalah pola dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula
peduli terhadap kehidupan anaknya. Jangan salahkan bila anak menggap bahwa
aspek-aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting dari pada
keberadaan dirinya. Walaupun tinggal dibawah atap yang sama, bisa jadi orang
tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya menimbulkan serangkaian dampak
buruk.
c.
Acuh Tak Acuh
Pola asuh tipe
acuh tak acuh Adalah pola dimana orang tua hanya menyediakan sedikit dukungan
emosional terhadap anak (terkadang tidak sama sekali), menerapkan sedikit
ekperasi atau standar berperilaku bagi anak, menunjukkan sedikit minat dalam
kehidupan anak, orang tua tampaknya sibuk dengan masalahnya sendiri[19].
d. Pola
asuh Demokratis
Orang
tua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding dirinya.
Pola asuh ini menempatkan musyawarah sebagai pilar dalam memecahkan berbagai
persoalan anak. Mendukung dengan penuh kesadaran, dan berkomunikasi dengan baik[20].
D. Cara Mendiagnosis Anak Bermasalah
Diagnosis
adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar belakang
penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak. Kesulitan
dapat diartikan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat
lagi untuk dapat mengatasi. Sedangkan belajar didefinisikan sebagai tingkah
laku yang diubah melalui latihan atau pengalaman[21].
Jadi
dapat saya simpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah semua kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar, menetapkan jenis
kesulitan, sifat kesulitan belajar, dan juga memepelajari faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinana mengatasi
baik secara kuratif (penyembuhan), maupun
secara Preventif (pencegahan)
berdasarkan data dan informasi yang ada.
Diagnosa
anak bermasalah dalam belajar adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk menemukan kesulitan belajar, menetapkan jenis kesulitan, sifat kesulitan
belajar, dan juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar
serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasi nya baik secara kuratif
(penyembuhan), maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan
informasi yang di dapat.[22]
Adapun cara mendiaknosis guru pada anak usia dini meliputi sebagai
berikut:
1. Prosedur Diagnosis
Ada tujuh prosedur
yang hendaknya dilalui dalam menegakkan diagnosis yaitu sebagai berikut[23]:
a)
Identifikasi, sekolah yang ingin
menyelenggarakan program pengajaran remedial yang sistematis hendaknya
melakukan identifikasi untuk menentukan anak-anak yang memerlukan atau
berpotensi memerlukan pelayanan pengajaran remedial. pelaksanaan identifikasi
dapat dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau sekolah
sebelumnya.
b)
Menentukan Prioritas, Sekolah perlu menentukan
prioritas anak mana yang diperkirakan dapat diberi pelayanan pengajaran
remedial oleh guru kelas atau guru bidang studi. Dan anak mana yang perlu
dilayan oleh guru khusus.
c)
Menentukan Potensi, potensi anak biasanya
didasarkan atas skor tes intelegensi. Oleh karena itu setelah identifikasi anak
berkesulitan belajar dilakuakan, maka untuk menentukan potensi anak diperlukan
tes intelegen. Jika dari hasil tes tersebut anak memiliki skor IQ 70 kebawah
maka anak semacam itu dapat digolongkan kedalam kelompok anak Tunagrahita, jika
hasil tes menunjukkan bahwa anak memiliki Skor IQ 71 hingga 89 maka anak
semacam itu tegolong lamban belajar, yang dapat digolongkan anak bekesulitan
belajar ialah memiliki skor IQ rata-rata lebih, yaitu paling rendang skor IQ
90.
d)
Menentukan Penguasaan bidang studi yang perlu
diremediasi, guru remedial perlu memiliki data tentang prestasi belajar anak
dan membandingkan prestasi belajar tersebut dengan taraf intelegensinya.
e)
Menentukan gejala kesulitan, pada langkah ini
guru remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara anak belajar
f)
Analisis Berbagai faktor yang terkait. Pada
langkah ini guru remedial perlu melakukan analisis terhadap hasil-hasil
pemeriksaan ahli-ahli lain seperti psikolog, dokter, konselor, dan pekerja
sosial.
g)
Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.
Berdasarkan hasil diagnosis yang secara cermat ditegakkan, guru remedial dapat
menyusun suatu rekomendasi penyelenggaraan program pengejaran remedial bagi
seorang anak berkesulitan belajar. Rekomendasi tersebut mungkin dapat dalam
bentuk suatu program pendidikan yang individual.
2. Alat Diagnosis Kesulitan Belajar[24]
a)
Tes SPM (Standard Progressif Matrics)
b)
Tes Wais (Weschler Adult Intelligency Scale)
c)
Tes Binet Simon (Tes yang dibuat oleh Binet dan
simon)
d)
Tes Bakat Khusus: FACT (Flanagan Aptitude
Classifacation).
3. Penanganan Guru kelas
Menurut
guru pembimbing dikelas melakukan diganosa berkaitan dengan keputusan mengenai
hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini berupa hal-hal sebagai berikut :
a. Keputusan
mengenai kesulitan belajar peserta didik (berat dan ringan).
b. Keputusanmengenai
faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c. Keputusan
mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
Dalam
rangka diagnosis ini guru menjalani kerjasama dengang guru lainnya, untuk
mengetahui perkembangan belajar peserta didik dan orangtua peserta didik, untuk
mengtahui kebiasaan peserta didik dirumah.[25]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak usia dini memiliki sifat yang unik karena didunia ini
tidak ada satupun yang sama meskipun dilahirkan kembar mereka memilii potensi
yang berbeda, Memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian, untuk
memenuhi kebutuhannya dalam setiap aspek perkembangan guru harus memberikan
layanan yang optimal terhadap anak usia dini lebih lanjut dan perlu secara
khusus memahami berbagai karakteristik perkembangannya dan memecahkan masalah
mereka sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Anak bermasalah ialah anak yang mempunyai prilaku yang tidak
sesuai dengan keinginan atau harapan yang berkesuaian dengan nilai-nilai yang
dianut orang tua, keluarga atau bahkan lingkungan keluarganya
B.
Saran
Agar permasalahan yang terjadi pada anak tidak terulang
kembali, hendaknya guru sering memberikan bimbingan dan pengertian kepada anak.
Selain itu juga guru lebih sering memberikan penugasan supaya anak dapat
mengembangkan dan rangsangan untuk berfikir.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (konsep dan
teori), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2017).
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT Reneka
Cipta, 2008)
Imam Wahyudi,
MENGEJAR PROFESIONALISME GURU stategis praktis mewujudkan citra guru
profesional, Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012.
M. Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002).
Mega Sylviana, Studi Kasus
Penanganan Prilaku Bermasalah Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Mijen Kota
Semarang, (Semarang: UNNES, 2016)
Mualifah, Psycho Islamic Parenting, (Anggota
IKAPI: Diva Press, 2009)
Mulyasa, E, Menjadi Guru
Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013).
Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan
Anak Usia Dini (buku ajar S1 PAUD),
(Yogyakarta: Deepublish, 2015).
Mulyono Abdurrohman, Anak
Berkesulitan Belajar (teori, diagnosis, dan remediasinya), (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2012).
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi
Anak Bermasalah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004)
Ny. Siggih D Gunarso, Psikologi Remaja, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2004)
Paulus Hadisuprapto, Dilinkuensi
Anak Pemahaman dan Penanggulannya. (Malang: Bayu media Publishing 2008)
Rifa Hidayah, Psikologi
Pengasuhan Anak, (UIN Malang Press: Anggota IKAPI, 2009)
Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak
Prasekolah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017)
JURNAL
Aas Saomah, Permasalah-Permasalah
Anak dan Upaya Penanganannya, Skripsi (Universitas Pendidikan Indonesia,
2004)
Afrida Eko Putri, Nandan & Santoso Tri Raharjo, Peran Pekerja Sosial Dalam Proses
Rehabilitasi Anak Bermasalah di Panti Sosial Pettirahan Anak (PSPA) Stria
Baturaden, (Jurnal Prosiding Ks:Riset & PKM, Vol.3 Nomor.2)
Hastasari Chatia, dkk, Pola asuh
balita ibu-ibu kelompok sasaran pada program kegiatan bina keluarga balita usia
0-12 bulan dusun gandekan kartasura, Informasi Kajian ilmu komunikasi,
Volume 45. Nomer 1 juni 2015.
H.M.Sattu Alang, Urgensi
Diagnosis Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar, Jurnal Bimbingan Penyuluhan
Islam Volume 2, Nomor 1, Desember 2015
Ismail, “DIAGNOSA
KESULITANBELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN AKTIF DI SEKOLAH”, Aceh :
Mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Jurnal Edukasi, Vol. 2, Nomor 1, Januari
2016.
Ni Luh Putu Yuni Sanjiwani dkk, Pola
asuh permisif Ibu dan prilaku merokok pada remaja Laki-laki di Sma Negeri 1
semarapura, Jurnal Psikologi Udayana, vol. 1 no.2, 2014.
Uswatun Hasanah, Pola Asuh Orang
Tua Dalam Membentuk Karakter Anak. Elementary Vol.2 Edisi 2 Juli 2016.
R Panji Hemayono, Membentuk
Komunikasi yang Efektif Pada Masa Perkembangan Anak Usia Dini, FKIP
Universitas Muhammadiyah Surabaya (Jurnal Pedagogi, Volume 1 Nomor 1,
Agustus-2014)
Sri Helma Hidayati, “PERAN GURU
BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN BELAJAR PESERTA
DIDIK KANDANGAN”, Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin, Jurnal Mahasiswa
BK An-Nur : Berbeda, bermakna, mulia, Volume 3 Nomor 2 Tahun 2017
Wily Dian Marcelina, Model Pola
Asuh Orang tua yang Melakukan Perkawinan Usia Muda Terhadap Anak Dalam
Keluarga, Skripsi, (Malang: UIN Maliki Malang, 2013)
[1] R Panji Hemayono, Membentuk Komunikasi yang Efektif Pada Masa
Perkembangan Anak Usia Dini, FKIP Universitas Muhammadiyah Surabaya (Jurnal
Pedagogi, Volume 1 Nomor 1, Agustus-2014) hlm.16
[2] Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini (buku ajar S1 PAUD), (Yogyakarta:
Deepublish, 2015). hlm. 115
[3] Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (konsep dan
teori), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2017). Hlm.1
[4] Paulus Hadisuprapto, Dilinkuensi Anak Pemahaman dan
Penanggulannya. (Malang: Bayu media Publishing 2008), hlm.3
[5] Afrida Eko Putri, Nandan
& Santoso Tri Raharjo, Peran Pekerja
Sosial Dalam Proses Rehabilitasi Anak Bermasalah di Panti Sosial Pettirahan Anak
(PSPA) Stria Baturaden, (Jurnal Prosiding Ks:Riset & PKM, Vol.3
Nomor.2) hlm.255
[6] Mega Sylviana, Studi Kasus Penanganan Prilaku Bermasalah
Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Mijen Kota Semarang, (Semarang:
UNNES, 2016) hlm.68
[7] Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2017), hlm.157-311
[8] Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2004), hlm.105-124
[9] Aas Saomah, Permasalah-Permasalah Anak dan Upaya
Penanganannya, Skripsi (Universitas Pendidikan Indonesia, 2004), hlm.3
[10] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT Reneka Cipta, 2008) hlm.37
[11] Ny. Siggih D Gunarso, Psikologi Remaja, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2004), hlm.16
[12] Imam Wahyudi, MENGEJAR PROFESIONALISME GURU stategis praktis
mewujudkan citra guru profesional, Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012. Hlm, 2
[13] Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013). Hlm.40
[14] Hastasari Chatia, dkk, Pola asuh balita ibu-ibu kelompok sasaran
pada program kegiatan bina keluarga balita usia 0-12 bulan dusun gandekan
kartasura, Informasi Kajian ilmu komunikasi, Volume 45. Nomer 1 juni 2015.
Hlm.2-3
[15] Mualifah, Psycho Islamic Parenting, (Anggota IKAPI:
Diva Press, 2009), hlm.42
[16]Ni Luh Putu Yuni Sanjiwani
dkk, Pola asuh permisif Ibu dan prilaku
merokok pada remaja Laki-laki di Sma Negeri 1 semarapura, Jurnal Psikologi
Udayana, vol. 1 no.2, 2014. hlm.2
[17] Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, (UIN Malang
Press: Anggota IKAPI, 2009), hlm. 21
[18] Wily Dian Marcelina, Model Pola Asuh Orang tua yang Melakukan
Perkawinan Usia Muda Terhadap Anak Dalam Keluarga, Skripsi, (Malang: UIN
Maliki Malang, 2013), hal, 28
[19] Uswatun Hasanah, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Karakter
Anak. Elementary Vol.2 Edisi 2 Juli 2016. hlm.75-76
[20] Muazar Habibi, Analisis kebutuhan anak usia dini (buku ajar
s1 PAUD). Hlm.85
[21] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002). Hlm.84
[22] Ismail, “DIAGNOSA KESULITANBELAJAR SISWA DALAM
PEMBELAJARAN AKTIF DI SEKOLAH”, Aceh : Mahasiswa Pascasarjana UIN
Ar-Raniry, Jurnal Edukasi, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2016. Hlm 33-34.
[23] Mulyono Abdurrohman, Anak Berkesulitan Belajar (teori, diagnosis,
dan remediasinya), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012). Hlm, 13-16
[24] H.M.Sattu Alang, Urgensi Diagnosis Dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Volume 2, Nomor 1, Desember
2015. Hlm..8
[25] Sri Helma Hidayati, “PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM
MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN BELAJAR PESERTA DIDIK KANDANGAN”, Universitas
Islam Kalimantan MAB Banjarmasin, Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda,
bermakna, mulia, Volume 3 Nomor 2 Tahun 2017. Hlm 4
Borgata Hotel Casino & Spa - MapYRO
BalasHapusThis casino and spa in Atlantic City is situated 김제 출장안마 in Renaissance Pointe, just 순천 출장안마 minutes from the city center. The 인천광역 출장마사지 casino features 10 경주 출장안마 table games including blackjack, roulette, 안양 출장마사지