Jurnal DAMPAK PENGGUNAAN GADGET TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL AUD
Abstrak
Seiring
dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi semakin berkembang dengan
pesat, hal ini dapat dilihat dari munculnya barbagai macam fitur teknologi yang
selalu baru dari hari kehari. Salah satu bentuk teknologi yang beredar saaat
ini adalah gadget. Gadget merupakan sebuah perangkat elektronik canggih yang
memiliki berbagai fungsi dan mudah didapatkan. Dalam penggunaannya tidak ada
batasan usia, yaitu dari kalangan anak-anak sampai orang tua. Gadget tentu
memiliki dampak positif dan negatif bagi penggunanya, apa lagi pada
perkembangan anak usia dini, yaitu apabila dalam penggunaannya dapat diimbangi
dengan interaksi dengan lingkungan sekitar maka gadget dapat membantu menumbuh
kembangkan kreatifitas anak, namun apabila penggunaannya dengan terlalu
membebaskan maka gadget dapat mengubah prilaku anak yaitu menjadikan mahluk
yang individualisme atau anti sosial.
Kata
kunci : Gadget, Anak Usia Dini
Abstract
Along with the times,
technological developments are growing rapidly, this can be seen from the
emergence of various kinds of technological features that are always new from
day to day. One form of technology currently circulating is gadgets. The gadget
is a sophisticated electronic device that has various functions and is easily
available. In its use there is no age limit, from children to parents. Gadgets
certainly have a positive and negative impact on their users, what else on
early childhood development, that is if the use can be balanced with
interaction with the surrounding environment then the gadget can help develop
children's creativity, but if the use is too free then the gadget can change
children's behavior that is to make beings who are individualistic or
anti-social.
PENDAHULUAN
Definisi anak usia dini menurut National Association for the
Education Young Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early
childhood” merupakan anak yang berada pada usia nol sampai dengan delapan
tahun. Pada masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dalam
berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran terhadap
anak harus memerhatikan karakteristik yang dimiliki dalam tahap perkembangan
anak.Menurut Bacharuddin Mustafa (2002:35), anak usia dini merupakan anak yang
berada pada rentang usia antara satu hingga lima tahun. Pengertian ini
didasarkan pada batasan pada psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy
atau babyhood) berusia 0-1 tahun, usia dini (early childhood)
berusia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood) berusia 6-12
tahun.[1]
Usia dini merupakan masa emas, masa ketika
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak
paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu. Rasa ingin tahu anak
sangat besar. Hal ini dapat kita lihat seperti anak sering bertanya dengan apa
yang dia belum tahu.[2]
Setiap mahkluk hidup diciptakan Tuhan Yang
Maha Esa akan mengalami perkembangan selama masa hidupnya, perkembangan ini
meliputi semua yang ada pada diri mahkluk hidup tersebut baik yang bersifat
konkret/nyata maupun yang bersifat abstrak/tidak nyata. Artinya perkembangan khusunya manusia, perkembangan meliputi aspek
biologis dan aspek psikologis. Perkembangan adalah serangkaian perubahan yang
terjadi pada individu atau organisme yang berlangsung secara sistematis,
progresif dan kontinyu baik secara fisik (jasmani) maupun psikis (rohani). Secara
Etimologis perkembangan berasal dari kata kembang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kembang berarti maju, menjadi lebih baik, sedangkan
secraa termitologis perkembangan adalah proses kualitatif yang mengacu pada
penyempurnaan fungsi sosial dan psikologis dalam diri seseorang dan berlangsung
sepanjang hidup. [3]
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang ditandai dengan kemajuan di bidang media
informasi dan teknologi pada saat ini telah berjalan begitu pesat,
sehingga dalam menempatkan suatu bangsa pada kedudukan sejauh mana bangsa
tersebut maju didasarkan atas seberapa jauh bangsa itu menguasai kedua bidang
tersebut.
Namun demikian, penggunaan gadget
juga membawa dampak negatif yang cukup besar bagi perkembangan anak. Dengan
adanya kemudahan dalam mengakses berbagai media informasi dan teknologi,
menyebabkan anak-anak menjadi malas bergerak dan beraktivitas. Mereka lebih
memilih duduk diam di depan gadget dan menikmati dunia yang ada di dalam gadget
tersebut.[4]
PEMBAHASAN
1.
Gadget
Pengertian Gadget menurut
Marriam Webster yaitu an aften small
mechanical or electronic device with practical use but often though of as a
novelty, yang berarti (sebuah perangkat mekanik atau elektronik dengan
penggunaan praktis tetapi sering
diketahui sebagai hal baru.[5]
Pada initinya yang dimaksud dengan Gadget adalah suatu alat atau perangkat
mekanik yang bersifat baru dan mudah digunakan baik untuk alat komunikasi atau
sekedar untuk menghibur diri.
Gadget secara umum adalah
barang elektronik kecil yang didesain sedemikian rupa, sehingga menjadikannya
sebagai suatu inofasi terbaru, atau bisa dikatakan sebagai suatu penemuan yang
benar-benar menakjubkan pada masanya. Gadget berasal dari bahasa inggris yang
mengartikan sebuah alat elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi.
Gadget merupakan media yang
dipakai sebagai alat komunikasi moderen. Teknologi ini semakin mempermudah
kegiatan komunikasi manusia. Gadget juga bisa diartikan sebuah perangkat elektronik
kecil yang memaksimalkan fungsi khusus. Diantaranya iphone dan blackberry,
serta netbook. Novitasi sari menyatakan bahwa media memungkinkan seseorang
untuk melakukan sebuah interaksi sosial, khususnya untuk mempermudah
berkomunikasi satu dengan yang lainnya.[6]
Dari penjelasan diatas bisa
ditarik kesimpulan bahwa, hampir semua orang menggunakan Gadget . Gadget
menjadi magnet yang menarik dan menjadi candu, sehingga berkounikasi melalui
dunia maya, menjadi kewajiban setiap hari, dan menghabiskan waktu berjam-jam.
2.
Anak Usia Dini
Definisi anak usia dini menurut National
Association for the Education Young Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia
dini atau “early childhood” merupakan anak yang berada pada usia nol
sampai dengan delapan tahun. Pada masa tersebut merupakan proses pertumbuhan
dan perkembangan dalam berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses
pembelajaran terhadap anak harus memerhatikan karakteristik yang dimiliki dalam
tahap perkembangan anak.[7]
Hakikat anak usia dini adalah
individu yang unik, dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam
aspek fisik, kognitif, sosial, emosional, kreativitas, bahasa, dan komunikasi
khusus yang sesuai dengan tahap yang dilalui oleh anak.
Berdasarkan keunikan, pertumbuhan dan perkembangannya,
anak usia dini terbagi dalam empat tahap yaitu:
a.
Masa bayi lahir
sampai 12 bulan
b.
Masa toddler, usia
1-3 tahun
c.
Masa prasekolah,
usia 3-6 tahun
d.
Masa kelas awal,
usia 6-8 tahun[8]
Undanng-undang tentang sistem
pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir, sampai usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pedidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[9] Usia
ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Usia dini merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang pesat. Usia dini
disebut sebagai usia emas.
3.
Perkembangan Anak Usia
Dini
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001),
perkembangan secara luas menunjuk pada
keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil
dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Dalam istilah
perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan
berakhir dengan kematian. Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri
kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap
yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tetapi
pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari
kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian[10].
a. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi,
dan bekerjasama[11].
Mulai bergaul atau hubungan sosial baik dengan orang tua, anggota
keluarga, orang dewasa lainnya, maupun teman bermainnya, anak mulai
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial sebagai berikut:
1)
Pembangkangan (negativisme), terjadi pada anak usia
18 bulan sampai tiga tahun, yaitu
suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi
terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak
sesuai dengan kehendak anak.
2) Agresi(aggression),
yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
3) Berselisih atau bertengar (quarreling),
terjadi apabila seseorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan
perilaku anak lain.
4) Menggoda(teasing),
yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan
serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5) Persaingan(rivalry),
yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu di dorong atau distimulasi
oleh orang lain.
6) Kerjasama(cooperation),
yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok.
7) Tingkahlaku berkuasa(ascendant
behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi, atau bersikap bossiness.
8) Mementingkan diri sendiri (selfishness),
yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginannya.
9) Simpati (sympathy),
yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap
orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya[12].
b.
Faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak.
Menurut
Dini, terdapat faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak usia dini
diantaranya:
1)
Adanya kesempatan
untuk bergaul dengan orang-orang yang ada disekitarnya dengan berbagai usia dan
latar belakang.
2)
Adanya minat dan
motivasi untuk bergaul
3)
Adanya bimbingan
dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi model oleh anak.
4)
Adanya kemampuan
komunikasi yang baik yang dimilik anak.[13]
Adapun 6 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini Catron dan Allen dalam
Yuliani Nurani yang di kutip
oleh Uswatun Hasanah yaitu :
1.
Kesadaran personal permainan yang
kreatif memungkinkan perkembangan kesadaran personal. Bermain mendukung anak
untuk tumbuh secara mandiri dan memiliki kontrol atas lingkungannya. Melalui
bermain, anak dapat menemukan hal yang baru, bereksplorasi, meniru, dan
mempraktikkan kehidupan sehari-hari sebagai sebuah langkah dalam membangun
keterampilan menolong dirinya sendiri, keterampilan ini membuat anak merasa
kompeten.
2.
Pengembangan emosi
melalui bermain, anak dapat belajar menerima, berekspresi dan mengatasi masalah
dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk
mengenal diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan pola perilaku yang
memuaskan dalam hidup.
3.
Membangun
sosialisasi bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak
ketika berbagi dengan anak lain. Bermain adalah sarana yang paling utama bagi
pengembangan kemampuan bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain
serta mengurangi sikap egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan meningkatkan
rasa sosialisasi anak. Melalui bermain anak dapat belajar perilaku prososial
seperti: menunggu giliran, kerja sama, saling membantu dan berbagi.
4.
Pengembangan komunikasi
Bermain merupakan alat yang paling kuat untuk membelajarkan kemampuan berbahasa
anak. Melalui komunikasi inilah anak dapat memperluas kosa kata dan
mengembangkan daya penerimaan serta pengekpresian kemampuan berbahasa mereka
melalui interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa pada situasi bermain spontan.
5.
Pengembangan
kognitif Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk secara aktif terlibat
dengan lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam menghasilkan suatu karya,
serta untuk memenuhi tugastugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain,
anak menerima pengalaman baru, memanipulasi
bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai
merasakan dunia mereka. Bermain menyediakan kerangka kerja pada anak untuk
mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungan.
6.
Pengembangan
kemampuan motorik Bermain memberikan kesempatan yang luas untuk bergerak pada
anak, pengalaman belajar untuk menemukan, aktivitas sensori motor, yang
meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi
perkembangan perseptual motorik.[14]
4.
Dampak Gadget Terhadap Interaksi Sosial dan Pengawasan
Orang Tua Kepada Anak.
1.
Dampak Penggunaan
Gadget
Ketergantungan terhadap gadget pada anak disebabakan
karena lamanya durasi dalam menggunakan gadget. Bermain gadget dengan durasi
yang cukup panjang dan dilakukan setiap hari, bisa membuat anak berkembang ke
arah pribadi yang anti sosial. Dampak yang ditimbulkan dari hal itu adalah
dapat membuat anak bersikap individualis, karena anak lupa berkomunikasi dan
berinteraksi terhadap lingkungan disekitarnya. Hal tersebut dapat menyebabkan
interaksi sosial antara anak dan masyarakat, lingkungan sekitar berkurang
bahkan semakin luntur. [15]
Selain itu terdapat dampak positif dan negatif untuk anak, diantaranya:
a.
Dengan kemajuan
teknologi yang semakin hari semakin cepat, membuat anak mendapat kemudahan
terhadap informasi serta kemudahan dalam menjalin komunikasi.
b.
Dengan kemajuan
teknologi yang dimiliki, anak-anak akan menemukan permainan- perminan yang
kreatif dan menantang. Anak-anak akan asik dengan permainan yang ada, dan
keingin tahuan anak menjadi lebih. Hal ini dapat menguntugkan terhadap
kreatifitas anak, karena anak akan berfikir bagaimana cara menyelesaikan
masalah.
c.
Malas bergaul
Tidak
semua penggunaan Gadget berdampak positif. penggunaan Gadget yang berlebihan
membuat anak-anak menjadi malah untuk bergaul. Karena dengan penggunaan Gadget
anak-anak lebih tergoda seperti asik bermain.
d.
Penurunan dalam
kemampuan bersosialisasi.
Anak-anak
menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar serta tidak memahami etika
bersosialisasi serta tidak memahami etika bersosialisasi degan lingkungan
sekitar. Lebih ironsnya lagi tidak bisa menghormati orang tua. Anak-anak selalu
ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa melihat prosesnya.[16]
2.
Pengawasan Orang
Tua dalam Menggunakan Gadget
Dari dampak-dampak penggunaan Gadget diatas, tentunya
kita khusunya orang tua, tidak ingin itu terjadi. Untuk itu, sebagi orang tua
harus bisa memahami dan menjelaskan mengenai konteks yang ada pada Gadget
kepada anak. Berikut beberapa cara mendampingi anak bermain Gadget:
a.
Berikan kesempatan
kepada anak untuk belajar menggunakan Gadget untuk belajar berinteraksi sejak
dini. Seperti memberikan arahan kepada anak bagaimana menggunakan Gadget dengan
benar. Entah dengan posisi duduk atau dengaan memperhatikan letak cahaya dan
jarak pandang mata.
b.
Pilih softwere yang
sesuai dengan kebutuhan anak-anak.
Semua
permainan, sosal media, video, itu semua melewati pengawasan ornag tua. Sebab
unsur kekerasan dan pornografi rentan terjadi atau mudah di dapatakan pada
kontek di atas. Kemudian beri penjelasan secara bijak terhadap fungsi dan
konten yang ada pada Gadget
c.
Tempatkan Gadget di
ruang umum.
Secara
khusus sangat disarankan untuk menempatkan Gaddget, komputer, laptop, bahkan
ponsel pintar, di area yang mudah diakses dan diawasi. Dengan menepatkan Gadget
di area umum di dalam rumah, maka pengawasan bisa dilakukan secara optimal.
d.
Mengatur Durasi Penggunaan
Gadget
Jangan
biarkan anak-anak asik dengan Gadget. Untuk itu orang tua harus bisa menegaskan
batas waktu penggunaan Gadget pada anak-anak. Kemudian orang tua harus selalu
membangun interaksi yang baik dengan anaknya.
e.
Bantu Agar
Anak-anak Dapat Membuat Keputusan Sendiri.
Tanamkan
pula rasa takut kepada tuhan, sehingga jika tidak ada orang tua, dia tahu bahwa
tuhan memperhatikan dan melihat apa yang dilakukan. [17]
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Rudiyanto Ahmad, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini, Lampung
: CV. Laduny Alifatama, 2016.
Susanto Ahmad, Pendidikan Anak Usia Dini Konsep dan Teori,
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2017.
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung:
Pt.Remaja Rosdakarya, 2007.
Kanisius, Menepis Hambatan Tumbuh
Kembang Anak, Jakarta, PT: Elek Media Komputindo, 2003.
Jurnal:
Kursiwi, Dampak Penggunaan Gadget
Terhadap Interaksi Sosial Pada Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan IPS
Fakultas Muhamadiah UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2016.
Mubashiroh, Gadget Penggunaan dan Dampak
Negatifnya, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negri Semarang, Desember 2013.
Pebriani Putri, Analisis
Penggunaan Gadget terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak usia dini,
universitas pahlawan tuanku tambusai, 2017.
Raihana, Dampak kecanduan gadget
terhadap perkembangan emosi dan prilaku anak usia dini, Universitas Islam Riau,
Volume 1, April 2018.
Hasanah Uswatun, pengembangan
kemampuan fisik motorik melalui permainan tradisional bagi anak usia dini, dalam
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 5, Edisi 1, Juni 2016
Sri Intan Wahyuni, Dampak Penggunaan
Gadget terhadap kemampuan interaksi sosial anak usia dini, STAIN Al Hikmah
Tuban, Volume 1, April 2018.
Syifa Ameliola & Hanggana Dwiyudha Nugraha , “Perkembangan Media Informasi dan Teknologi
Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi dalam Ethnicity and Globalitation”,Malang: Universitas Brawijaya.
[1]
Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta :
PT Bumi Aksara, 2017), hal 1
[2]Kanisius, Menepis Hambatan Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta,
PT: Elek Media Komputindo, 2003) hal 31.
[3]Ahmad
Rudiyanto, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini, (Lampung : CV. Laduny Alifatama,
2016), hal. 3-4
[4]Syifa
Ameliola & Hanggana Dwiyudha Nugraha , “Perkembangan
Media Informasi dan Teknologi Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi dalam Ethnicity and Globalitation”, (Malang: Universitas Brawijaya), hal. 362-364
[5] Kursiwi, Dampak
Penggunaan Gadget Terhadap Interaksi Sosial Pada Mahasiswa Semester V Jurusan
Pendidikan IPS Fakultas Muhamadiah UIN Syarif Hidayatullah, Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016.
[6] Putri Pebriani, Analisis Penggunaan Gadget terhadap kemampuan interaksi sosial pada
anak usia dini, universitas pahlawan tuanku tambusai, 2017 hal 1.
[7] Ahmad Susanto, Pendidikan
Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2017), hal 4
[8] Raihana, Dampak
kecanduan gadget terhadap perkembangan emosi dan prilaku anak usia dini,
Universitas Islam Riau, Volume 1, April 2018 hal 56.
[9] Sri Intan Wahyuni, Dampak Penggunaan Gadget terhadap kemampuan interaksi sosial anak usia
dini, STAIN Al Hikmah Tuban, Volume 1, April 2018 hal 465.
[14] Uswatun Hasanah, pengembangan kemampuan fisik motorik melalui
permainan tradisional bagi anak usia dini, dalam Jurnal Pendidikan Anak,
Volume 5, Edisi 1, Juni 2016, (717-733), h. 719-720
[15] Sri Intan Wahyuni, Dampak Penggunaan Gadget terhadap kemampuan interaksi sosial anak usia
dini, STAIN Al Hikmah Tuban, Volume 1, April 2018 Hal 471.
[16] Mubashiroh, Gadget Penggunaan dan Dampak
Negatifnya, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negri Semarang, Desember 2013.
Hal 3.
Komentar
Posting Komentar