Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial Emosional AUD



A.    Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini
Berdasarkan permendikbud Nomor 137 tahun 2014, menjelaskan tentang standar nasional pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mencakup Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak usia dini atau biasa disebut STPPA adalah kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan yang mencakup aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, nilai agama dan moral, serta seni.[1]
Berikut ini standar tingkat pencapaian perkembangan sosial emosional pada anak usia dini pada umur 2-4 tahun.[2]
1.      Usia 2-3 tahun
Pada usia 2-3 tahun dibagi menjadi 3 komponen, yaitu:
a.       Kesadaran Diri
Pada komponen kesadaran diri, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)   Memberi salam setiap mau pergi
2)   Memberi reaksi percaya pada orang dewasa
3)   Menyatakan perasaan terhadap anak lain
4)   Berbagi peran dalam suatu permainan, misalnya menjadi dokter, perawat, maupun pasien.
b.      Tanggung Jawab Diri dan Orang Lain
Pada komponen Tanggung Jawab Diri dan Orang Lain, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)      Anak mulai bisa mengungkapkan ketika ingin buang air kecil dan buang air besar
2)      Anak mulai bisa memahami hak orang lain, misalnya harus antre maupun menunggu giliran
3)      Anak mulai bisa menunjukan sikap berbagi, membantu, dan bekerja sama
c.       Perilaku Prososial
Pada komponen perilaku prososial, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)      Anak mulai bisa bermain secara kooperatif dalam kelompok
2)      Anak mulai bisa peduli dengan orang lain
3)      Anak mulai bisa membagi pengalaman kepada orang lain
2.      Usia 3-4 tahun
Pada usia 3-4 tahun dibagi menjadi 3 komponen, yaitu:
a.       Kesadaran Diri
Pada komponen kesadaran diri, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)      Anak mulai bisa mengikuti aktivitas dalam kegiatan besar, misalnya piknik.
2)      Anak mulai bisa meniru apa yang dilakukan orang dewasa, misalnya suka menolong dan member
3)      Anak mulai bisa mengatakan perasaan secara verbal
b.      Tanggung Jawab Diri dan Orang Lain
Pada komponen Tanggung Jawab Diri dan Orang Lain, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)      Anak mulai bisa melakukan buang air kecil dan buang air besar tanpa bantuan
2)      Anak mulai bisa menunjukan sikap toleran sehingga dapat bekerja sama dalam kelompok
3)      Anak mulai bisa menghargai orang lain
4)      Anak mulai bisa menunjukkan ekspresi menyesal ketika melakukan kesalahan

c.       Perilaku Prososial
Pada komponen perilaku prososial, terdiri dari beberapa ciri, yakni:
1)      Anak mulai bisa membangun kerjasama
2)      Anak mulai bisa memahami adanya perbedaan perasaan
3)      Anak mulai bisa meminjam dan meminjamkan mainan

Dari beberapa contoh standar tingkat pencapaian perkembangan sosial dan emosional diatas, tidaklah mudah bagi seorang pendidik dalam menilainya, karena harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.Usia 2-3 tahun adalah masa perkembangan anak yang paling kritis, jika salah dalam mengambil langkah, maka tahap selanjutnya akan mengalami hambatan-hambatan. Misalnya konsep tentang mulai berbagi dan main bekerjasama, pada usia 2-3 tahun anak-anak masih banyak menggunakan sensori motor dalam segala hal seperti melompat, melempar, marah, menangis, dan lain-lain. Sehingga harus benar-benar hati-hati dalam bertutur kata dalam membimbing anak. Sifat anak yang masih ke “aku an” juga masih muncul sehingga untuk menuju tahap main bekerjasama butuh proses yang tidak sedikit dan harus dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan).
Adapun upaya ataupun cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan adalah:[3]
1.      Biasakan anak untuk tidak membawa mainan dari rumah, karena dapat menimbulkan anak sulit berbagi karena mainan itu adalah milik pribadinya
2.      Biasakan anak untuk melakukan permainan yang bisa meningkatkan interaksi diantara teman-temannya
3.      Biasakan anak untuk bersikap sabar dan menghargai orang lain seperti ghalnya ajarkan anak untuk antre menunggu giliran
4.      Biasakan anak untuk bersalaman kepada guru maupun pendidik di sekolah agar tumbuh rasa nyaman anak terhadap guru yang ada di sekolah tersebut.
Berikut ini uraian lebih lengkapnya mengenai tingkat pencapaian perkembangan sosial emosional pada anak usia dini dari umur 0 bulan sampai 6 tahun yaitu:
Usia
Perkembangan sosial-emosiaonal


0-3 bulan
-Menatap dan tersenyum
-Menangis untuk mengekspresikan ketidaknyamanan
3-6 bulan
-Merespon dengan gerakan tangan dan kaki
-Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan
6-9 bulan
-Mengulurkan tangan atau menolak untuk diangkat (digendong)
-Menunjuk kepada sesuatu yang diinginkan
9-12 bulan
-Menempelkan kepala bila merasa nyaman dalam pelukan (gendongan) atau meronta kalau merasa tidak nyaman
-Menyatakan keinginan dengan berbagai gerkana tubuh dan ungkapan kata-kata sederhana
-Meniru cara menyatakan perasaan saying dengan memeluk
12-18 bulan
-Menunjukan reaksi marah jika permainnya diambil
-Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadapa orang yang baru dikenal
-Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan mainnya sendiri (solitary play)
-Memperhatikan/mengamati teman-temannya beraktivitas
18-24 bulan
-Mengekspresikan berbagai reaksi emosi (senang, marah, takut, dan kecewa)
-Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran orang lain
-Bermain bersama teman dengan mainan yang sama
-Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura
2-3 tahun
-Memahami hak orang lain (harus antri, menunggu giliran)
-Menunjukan sikap berbagi, membantu, dan bekerja sama
-Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka dengan teman karena baik, tidak suka dengan teman karena nakal dan lainnya)
-Berbagi peran dalanm suatu permainan (menjadi dokter, perawat, pasien, menjadi penjaga toko atau pembeli
3-4 tahun
-Bersabar menunggu antrian -Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar (marah jika diganggu atau diperlakukan berbeda)
-Menunjukan reajsi menyesal saat melakukan kesalahan
-Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja dengan kelompok
4-5 tahun
-Mampu berbagi, menolong, dan membantu teman
-Antusias dalam melakukan perlombaan
-Mengendalikan Reaksi dan menahan perasaan atau bisa disebut dengan (sakit tetapi tidak menangis, marah tetapi tidak memukul)
-Mentaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan
5-6 tahun
-Bersikap kooperatif dengan teman
-Menunjukkan sikap toleran
-Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi (senang. Gembira. Antusias, dan sebagainya
-Memahami peraturan disiplin
-Mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial dan budaya setempat


B.     Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia didalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Semua yang telah diuraikan dalam interaksi kelompok berlaku pula bagi interaksi kelompok keluarga, termasuk pembentukan norma-norma sosial, internalisasi dari pada norma-norma, terbentuknya fram of reference.Sense of belongingness dan lain-lainnya.
Di dalam keluarga, manusia pertama-tama belajar bekerja sama, bantu membantu, dan lain-lain. Pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga, turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain.
Apabila interaksi sosialnya didalam keluarga tidak lancar, maka besar kemungkinan interaksi sosialnya dengan masyarakat juga berlangsung dengan tidak lancar.Jadi selain kelurga itu berperan sebagai tempat manusia berkembang sebagai manusia sosial, terdapat pula peranan-peranan tertentu didalam keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial.[4]
Menurut Kartini Kartono, orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam pernikahan yang siap untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu untuk anak-anaknya. Menurut Thamrin Nasution, orang tua adalah orang yang memiliki tanggung jawab dalam sebuah keluarga yang sering disebut ibu atupun bapak. Adapun ahli psikologi lainnya yaitu Ny. Singgih D. Gunarsa yang menyebutkan orang tua adalah dua orang individu yang meiliki perbedaan untuk hidupbersama dengan membawa pendapat, kebiasaan, dan pandangan dalam kebiasaan sehari-hari.
Peran orang tua dalam perkembangan sosial dan emosional memegang kedudukan yang sangat penting, karena orang tua adalah model bagi anak. Fase anak adalah fase dimana seorang anak suka meniru. Dan yang paling sering ditiru adalah orang tuanya dikarenakan orang tua adalah mitra terdekat bagi anak.
Dengan begitu, hendaknya para orang tua harus bisa mengajarkan bagaimana menggendalikan emosi. Bukan hanya mengajarkan, tapi mempraktekannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari supaya anak dapat mengetahui cara mengendalikan emosi lewat orang terdekat yaitu orang tua. Orang tua juga bisa belajar bagaimana mengetahui perkembangan sosial dan emosional anak melalui program parenting yang ada di sekolah anaknya masing-masing.[5]
Peran orang tua terhadap perkembangan sosial dan emosional anak secara tidak langsung memberi kesan yang sangat positif terhadap perkembangan anak usia dini.[6]
Setiap pengalaman yang dilalui anak melalui orang tua yang didapat dari penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan orang tua akan mempengaruhi pribadi anak itu sendiri. Untuk itu, hindari memojokkan anak jika anak melakukan kesalahan.Orang tua juga harus bisa memahami dan menghargai perasaan anak. Dan jika ingin memenuhi keinginan anak, sebisa mungkin orang tua memberikan persyaratan untuk memacu anak agar mau berusaha, menunda keinginan anak, namun bukan menghalangi keinginan anak, tetapi lebih memahamkan anak terhadap apa yang harus diprioritaskan dan apa yang memang benar-benar dibutuhkan.
Biasakan untuk sering mengajak anak berdialog berasma dalam upaya menyelesaikan masalah seraya memahamkan anak apa kerugian untuk emosi dan marah yang berlebihan. Di samping itu, orang tua juga harus bisa menjadi teladan bagi anak untuk bisa mengolah emosi apabila mengalami perasaan yang tidak mengenakkan. Jangan luapkan emosi di depan anak, karena itu juga akan membuat anak terganggu psikologisnya dan rentan untuk meniru perbuatan tersebut.
Orang tua juga hendaknya mengajarkan anak untuk menjadi pendengar yang baik, sehingga akan tumbuh rasa memahami dan menghargai perasaan orang lain. Rasa empati juga wajib diajarkan kepada anak, yang adapat bermanfaat untuk dapat melihat orang lain dalam berbagai macam keadaan. Memlihara binatang kesayangan merupakan contoh yang dapat memotivasi anak untuk menyayangi sesame mahluk ciptaan tuhan.
Anak yang memiliki kecerdasan emosi dapat menjadi mudah dalam melangkah sukses, karena akan mudah diterima oleh banyak orang maupun masyarakat sekitar karena mampu mengelola emosi dengan baik dan bermanfaat untuk orang lain.
Untuk membentuk dan meningkatkan kecerdasan emosi apada anak orang tua harus mampu membentuk pribadi anak dengan cara melakukan hal-hal yang baik dan positif, misalnya mengajarkan anak untuk jujur, dapat mengendalikan amarah, membentuk rasa percaya diri, mengajarkan anak untuk mendejadi pendengar yang aktif, membentuk jiwa anak yang memiliki rasa simpati dan empati.
Dikemudian hari laju perkembangan sosial ini tampaknya semakin menggembirakan anak mulai memahami kepada siapa ia harus menaruh simpati dan mengetahui bagaimana ia menumbuhkan rasa simpati kepada orang lain.[7]
Saat anak menginjak masa dewasa, aka nada saatnya anak akan berinteraksi dengan lebih banyak orang, untuk itu rasa peduli dan kerjasama perlu ditanamkan sejak sedini mungkin untuk membentuk pribadi yang mampu bersosialisasi dengan orang lain.
anak yang memiliki bekal cukup baik dalam upaya pengelolaan emosional juga akan membuat anak terhindar dari badai stress dan mengurangi perasan sensitivisme dan akan membuat anak berpikir realistis dan positif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa, perkembangan sel otak yang sangat berkembang sangat pesat terjadi pada masa balita, sehingga masa ini sering disebut masa keemasan (Golden Ege).Untuk itu, orang tua maupun pendidik perlu memberikan Stimulus aktivitas kegiatan yang dapat merangsang otak dan memberikn nutrisi otak sehingga dapat berkembang dengan pesat.
Dalam mendorong kecerdasaan anak orang tua sangat berperan penting dalam memberikan stimulus.Karena diusia balita banyak menghabiskan waktu dilingkungan rumahnya, maka dari itu orang tua harus lebih kreatif memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada dilingkungan rumahnya untuk menstimulus anakna.
Menurut Conny Semiawan dkk, bahwa “Orang tua perlu membina anaknya gara mau berprestasi secara optimal, karena kalau tidak berarti suatu penyia-nyian terhadap bakat anaknya.Pembinaan dilakukan dengan mendorong anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya”. Ada kasus banyak yang telah mengidentifikasikan bahwa orang tua tidak terlalu paham terhadap bakat dan kemampuan anak, sebagai imbasnya potensi yang ada pada anak tersebut tidak dapat berkembangan dengan optimal.
Dalam kaitannya dengan mengembangkan kecerdasaan emosional anak, peran orang tua sangat penting, orang tua bertahap daalam membimbing mengarahkan anak yang tempramen. Agar anak mampu mengontrol emosinya dan menjaga agar tidakanya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus diajarkan memahami apa yang diharapkan dirinya serta dilatih untuk memahami orang lain. Perlu diberi pemahaman bahwa segala tindakannya akan membawa konsekuensi baik pada dirinya maupun orang lain. Makin sering anak berlatih mengendalikan emosinya, seperti meredakan marah atau kecewa, maka semakin terlatih ia dalam mengendalikan emosinya.
Menurut Dulewicz dan Higgs, kecerdasan Emosional bukanlah sesuatu yang dimiliki seorang anak secara genetik (Bawaan).Akan tetapi merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat mengembangkan nya secara sehat agar masa-masa yang akan datang lahir generasi yang lebih baik dari pada generasi sekarang. Penyair Khalil Gibran mengibaratkan seorang anak “seperti anak panah yang telah lepas dari busurnya dan dia adalah milik sang hidup itu sendiri”. tidak diartikan secara Harafiah bahwa anak setelah lahir dibiarkan begitu saja. Akan tetapi, didalam kelepasannya itu tetap ada peran orang tua untuk mendidik dan mengarahkan, apabila dikaitkan dengan realitas bahwa anak dalam kesehariannya terus melakukan interaksi dengan kedua orang tuanya[8].
Ketika anak-anak merasa akrab secara emosional dengan orang tua mereka dan orang tua mereka memanfaatkan ikatan ini untuk menolong anak-anak mengatur perasaan-perasaan mereka dan menyelesaikan masalah-masalah, maka terjadilah hal-hal yang baik.[9]
Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini. Peran orang tua dalam pendidikan anak secara tidak langsung memberi kesan yang positif terhadap perkembangan anak-anak, diantaranya sikap bersungguh-sungguh dalam aktivitas pembelajaran disamping menunjukan tingkah laku yang lebih baik dan seimbang. Menurut Jeffrey Glanz Parenting secara langsung dan tidak langsung akan memberikan kesan yang positif terhadap perkembangan anak prasekolah karena mereka merupakan pendidik dirumah. Antara peran yang dimainkan oleh orang tua adalah sebagai berikut:
1.      Menyumbangkan keahlian atau sebagai rujukan
Anak-anak mempunyai minat ingin tahu (curiosity) yang tinggi, suka menerka dan mencoba, bereksperimen dan menyelesaikan masalah serta kemampuan memfokuskan perhatian dalam menerka sesuatu pengalaman pembelajaran.Situasi ini memerlukan peran orang tua untuk menerangkan dan menjawab setiap persoalan yang ditanya oleh anak mereka.Orang tua merupakan tempat rujukan selain guru, contoh kepakaran yang dilakukan oleh orang tua membantu dalam aktivitas pembelajaran seperti bercerita, menyanyi serta menggunakan komputer.Orang tua perlu menerangkan dengan lancar secara terus menerus dari objek seperti komputer.
2.      Memberi sumbangan tenaga dan bahan
Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak usia dini juga perlu menyediakan alat bantu pengajaran dan pembelajaran seperti menyediakan buku bergambar serta alat tulis. Dengan bahan yang ada orang tua perlu menyumbang tenaga untuk mengajar mereka dengan cara yang berbeda dari guru di sekolah. Orang tua mempunyai cara tersendiri untuk mengajar anak mereka jika mereka nyaman dengan pendekatan yang hendak diajar[10].
Beberapa Faktor yang perlu dikembangkan orang tua dalam kaitannya dengan kecerdasaan emosional anak yaitu:[11]
1.      Melatih anak untuk mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri merupakan dasar dari kemampuan kecerdasan emosional. Dalam psikologi hal tersebut dikenal dengan Metamood yakni kesadaran sesorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kewaspadaan terhadap sesuatu hati atau pikiran tentang suasana hati jika tidak dilatih maka akan mudah sekali membawa seseorang kedalam aliran emosi yang dikuasi oleh emosi. Adanya kesadaran diri tidaklah menjamin penguasaan emosi, tetapi merupakan salah satu persyaratan penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu dapat dengan mudah menguasi emosinya.
2.      Melatih anak untuk mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu untuk menangai perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu, menjaga agar emosi yang merisaukan terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi.
3.      Melatih anak memotivasi diri sendiri
Dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri mengendalikan dorongan hati serta mampunyai perasaan motovasi yang positif yaitu: Antusiasme dan optimis.
4.      Melatih anak untuk mengenali emosi orang lain
Kemampuan untuk mengenal emosi orang lain disebut juga empati, menurut Goleman kemampuan sesorang untuk mengenali orang lain atau pribadi merupakan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan sehingga ia memiliki kemampuan menerima sudut pandang orang lain. Peka terhadap perasaan orang lain dan memiliki kemampuan untuk mendengarkan orang lain.
Dalam upaya melindungi keselamatan anak, Pembinaan-pembinaan perlu dilakukan oleh orang tua agar kehidupan anak lebih sempurna sesuai dengan perkembangan, adapun pembinaan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.       Membina Pribadi Anak
Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup anak kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Banyak pula pengalaman-pengalaman anak, yang mempengaruhi nilai pendidikan, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan orang tua terhadap anak, penanaman sikap anak terhadap guru agama. Pendidikan agama yang diajarkan orang tua kepada anak di rumah akan sangat mempengaruhi sikap anak disekolahan dan guru agama khususnya juga berpengaruh pada anak. Jadi pendidikan agama di rumah, lingkungan maupun disekolah sangat berpengaruh pada kepribadian anak untuk kedepannya.
b.      Membentuk kebiasaan
Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti sembahyang, doa, membaca al-quran atau menghafal surat pendek, shlat berjamaah disekolah dan dimasjid harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lambat laun akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Anak dibiasakan sedemikan rupa, sehingga dengan sendirinya akan terdorong untuk melakukannya tanpa suruhan dari luar.

Dengan begitu  pembiasaan dalam pendidikan anak usia dini sangat penting, terutama dalam pembentukan pribadi, akhlak dan agama pada umumnya, karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi yang sedang tumbuh. Pengalaman agama yang didapatnya semakin banyak melalui pembiasaan itu, maka akan semakin banyaklah unsur agama dalam pribadinya. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa pendidikan pembiasaan itu sangatlah penting dalam mendidik karakter anak, terutama dalam pendidikan agama.

Tanggung jawab orang tua terhadap anak dapat diringkaskan seperti berikut:
1.         Mengasuh, yaitu menediakan keperluan dasar, termasuk memberikan makanan, pakaian, teman tinggal dan menjaga kesehatan fisik dan mental anak dengan baik.
2.         Berinteraksi, yaitu respon orang tua kepada anaknya dan mempunyai hubungan baik terhadap anak dan orang tua.
3.         Mensosialisasikan, yaitu memberikan anak kemahiran sosial untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, keturunan, agama, dan sebagainya.
4.         Memberi pendidikan anak, dimulai dengan pendidikan tidak formal atau di rumah selanjutnya dilanjutkan dengan dengan pendidikan formal[12].











Kesimpulan
Dari kesimpulan kelompok kami STPPA (Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak) adalah kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan yang mencakup aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, nilai agama dan moral, serta seni. Tingkat pencapaian perkembangan sosial emosional pada anak usia dini dari umur 0 bulan sampai 6 tahun. Dan Peran orang tua dalam perkembangan sosial dan emosional memegang kedudukan yang sangat penting, karena orang tua adalah model bagi anak. Fase anak adalah fase dimana seorang anak suka meniru yang paling sering ditiru adalah orang tuanya dikarenakan orang tua adalah mitra terdekat bagi anak.










DAFTAR PUSTKA

Ahmadi Abu, Psikologi Sosial,Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Gottman John dan Joan Declaire, Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional,Jakarta: PT Gramedia, 2012.
Hayati Fitriah dan Nordin Mamat, “Pengasuhan dan Peran Orang Tua (Parenting) serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak di PAUD Banda Aceh, Indonesia”, ISSN 2355-102X, Volume I Nomor 1. September 2014.
Meriyati, “Peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan anak”
Muthmainnah Dan Umi Musaropah, “Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Sentra”, Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta.
Peran Orang tua dalam mengembangkan kecerdasan anak, IAIN Raden Intan Lampung.
RestitiMuhalifah Yumi, “Peranan Orang Tua Terhadap  Perkembangan Sosial Emosional Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi 1 Sine Sragen Tahun Ajaran 2011/2012”, Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


                [1] Muthmainnah Dan Umi Musaropah, “Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Sentra”, Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta, H.104.
                [2]Ibid.,H.112-113.
                [3] Muthmainnah Dan Umi Musaropah, “Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak UsiaDini Melalui Kegiatan Sentra”, h.114-115.
                [4]Abu Ahmadi, Psikologi Sosial,(Jakarta: Rineka Cipta, 2007) hal. 235-236.
                [5] Muhalifah Yumi Restiti, “Peranan Orang Tua Terhadap  Perkembangan Sosial Emosional Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi 1 Sine Sragen Tahun Ajaran 2011/2012”, Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, H.6.
                [6]Fitriah Hayati dan Nordin Mamat, “Pengasuhan dan Peran Orang Tua (Parenting) serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak di PAUD Banda Aceh, Indonesia”, ISSN 2355-102X, Volume I Nomor 1.September 2014, h.22.
                                                     
                [7] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 46.
[8]Peran Orang tua dalam mengembangkan kecerdasan anak, IAIN Raden Intan Lampung. Hlm.4
                [9] John Gottman dan Joan Declaire, Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional, (Jakarta: PT Gramedia, 2012), h.64.
[10] Fitriah Hayati & Nordin Mamat, Pengasuhan dan Orang Tua (Parenting) Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembanagn Sosial Emosional Anak di PAUD Banda Aceh, Indonesia, (Volume 1 Nomor 1, September 2014), hlm 22-23
[11]Meriyati, “Peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan anak”. Hlm, 5-8
[12] Fitriah Hayati & Nordin Mamat, Pengasuhan dan Orang Tua (Parenting) Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembanagn Sosial Emosional Anak di PAUD Banda Aceh, Indonesia, (Volume 1 Nomor 1, September 2014), hlm 19-23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini Melalui Tari Kreasi Di RA Rhaudhotul Huda Sumber Bahagia Kec.Seputih Banyak Lampung Tengah TA.2018-2019

PELAPORAN PERKEMBANGAN ANAK KEPADA ORANG TUA

Diaknosis Aanak Bermasalah