TINJAUAN DARI KELEKATAN (Attachment)
A.
Pengertian
Kelekatan (Attachment)
Teori kelakatan menjelaskan dasar-dasar
ikatan efeksion seseorang dengan orang lain. Menurut Jhon Bowlby yaitu sistem
kelaktan ber-volus secara adaptif sejalan dengan perkembanganya hubungan antara
bayi dengan pengasuh utama, dan akan membuat bayi bertahan untuk tetap dekat
dengan orang yang merawat nya dan melindunginya.[1]
Kelekatan adalah ikatan emosional yang
dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik dan mengikat
dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu (Ainsworth, 1989).
Ikatan kelekatan (attachment) memiliki beberapa elemen yaitu: 1) ikatan
tersebut adalah hubungan emosi dengan seseorang yang spesial; 2) hubungan
tersebut menimbulkan rasa aman, nyaman, dan kesenangan; 3) ketiadaan ikatan
akan menimbulkan perasaan kehilangan atau meningkatkan penyesalan, kekecewaan.
Artinya, derajat ikatan emosi tersebut dapat dilihat atau diukur dari bagaimana
hubungan emosinya; terkait dengan rasa aman, nyaman bila berada di dekatnya,
serta seberapa perasaan stres, rasa kehilangan, dan penyesalan bila tidak
berada di dekatnya.
Kapasitas dan keinginan untuk
menciptakan hubungan emosional berhubungan dengan organisasi dan fungsi susunan
saraf pada otak manusia. Hal ini hampir sama dengan bagaimana cara otak untuk
melihat, mencium, berpikir, berbicara, dan bergerak; demikian pulalah cara
manusia untuk mencintai. Sistem saraf otak manusia memungkinkan kita untuk
membentuk dan memelihara hubungan emosi yang terbangun selama masa bayi dan
tahun pertama kehidupannya. Dengan demikian, pengalaman pada periode pertama
kehidupan manusia ini adalah masa yang paling kritis dalam menentukan kapasitas
hubungan emosi yang intim dan sehat pada masa selanjutnya. Pembentukan rasa
empati, kasih sayang, saling berbagi, penekanan agresi, mencintai, dan berbagai
karakter yang menunjukkan individu sehat, bahagia, dan produktif sangat
berhubungan dengan kapasitas kelekatan (attachment) yang terbentuk pada
saat bayi dan awal masa kanak-kanak. Megawangi (2014) menyatakan bahwa anak
dengan kelekatan tidak aman (insecure attachment) akan sulit mengatur
emosinya sehingga apabila ada larangan atau keinginan yang tidak terpenuhi,
anak akan merengek, menangis meraung-raung, berguling-guling, atau bahkan
mengamuk (temper tantrum). Sebaliknya, anak dengan secure attachment akan
memiliki kemampuan untuk mengatur emosi. Hal ini akan membawa pengaruh positif
dalam proses perkembangan sosial emosi anak. Oleh karena itu, kelekatan ibu
tidak hanya menularkan kehangatan secara fisik namun juga kognitif dan afektif
yang dirasakan bersama.[2]
Kelekatan atau kasih sayang attachment adalah hal sangat mutlak yang
harus diberikan pada anak. otak anak memiliki 100 milyar sel. Dengan kasih
sayang dan stimulus yang tepay sel-sel tersebut, akan saling bersambungan.
Marilah kita limpahi anak-anak dengan kasih sayang atau kelekatan bukan dengan
kemanjaan.[3]
Kelekatan yang aman
antara anak dengan orangtua ditandai dengan adanya rasa saling percaya dan
komunikasi yang hangat antara anak dengan orangtua. Individu yang memiliki
kelekatan yang aman (secure attachment) akan menunjukkan bermacam-macam
karakteristik positif, seperti menjadi lebih pintar dalam menyelesaikan
masalah dan lebih memiliki kompetensi sosial, seperti lebih kooperatif, patuh
pada orangtua dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan teman sebayanya.[4]
Kelekatan (attachment) merupakan
istilah yang pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris
bernama John Bowlby. Kelekatan merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia,
yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan
orang lain dan mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang tersebut. Kelekatan
menurut Mőnks adalah mencari dan mempertahankan kontak dengan orang-orang yang
tertentu saja. Orang pertama yang dipilih anak dalam kelekatan adalah ibu
(pengasuh), ayah atau saudara-saudara dekatnya.Sedangkan menurut Santrock
kelekatan adalah ikatan emosional yang erat diantara dua orang.
Kelekatan ini akan bertahan cukup lama
dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu
atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth bahwa kelekatan adalah ikatan
emosional yang dibentuk seorang individu yang bersifat spesifik, mengingat
mereka dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan
merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment
behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut.[5]
Ainsworth (dalam Upton, 2012:87)
menjelaskan kelekatan adalah ikatan efeksional antara satu individu dengan
individu lain dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Bowbly (dalam
Santrock, 2002:40) sangat yakin bahwa kelekatan yang terbentuk selama bayi
memiliki pengaruh yang penting pada tahap perkembangan selanjutnya. Lebih
lanjut Bowlby (dalam Armsden, 1987:429) menyatakan kelekatan dapat terjadi pada
setiap tingkatan usia, seperti pada tahap perkembangan remaja. Para ahli
perkembangan mengungkapkan peran baru dari kelekatan orangtua pada remaja berperan
penting pada masa remaja. Hal senada juga dikemukakan oleh Colin (1996:300)
bahwa “kelekatan orangtua pada remaja penting dalam kehidupan remaja”.
Kelekatan merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar yang memilki dasar biologis dalam hubungan anak dengan orangtua.
Kelekatan dapat diartikan sebagai ikatan kuat kasih sayang yang kuat antara
anak dengan orangtua atau orang-orang yang khusus dalam hidup anak, yang
menuntuk anak untuk merasa kesenangan ketika anak berinteraksi dengan mereka,
mereka nyaman dan membuat jauh dari tekanan selama berada denga mereka.[6]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka
kelekatan adalah hubungan timbal balik antara anak dan orangtua, yang merupakan
ikatan kasih sayang dan sikap orangtua dalam mengasuh anak, orangtua mampu merespon,
dan memenuhi kebutuhan anak, hubungan ini akan membentuk suatu ikatan emosional
antara anak dengan orangtua dan terjalin kedekatan anak dengan orangtua, dari
hubungan tersebut tercipta rasa aman. Hubungan ini akan berlangsung dalam
jangka waktu yang lama bahkan usia lanjut dan akan terbentuk pola-pola
kelekatan pada anak.
B.
Pola
Kelekatan
Menurut Santrock kelekatan merupakan
ikatan emosional yang kuat anatar dua orang. Ikatan tersebut dikembangan anak
melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam
kehidupannya, biasanya orangtuannya. Sedangkan menurut ggreenbreg keleatan
yaitu sebagai ikatan afeksi anatar dua individu yang memiliki intensitas yang
kuat.[7]
Bowlby dan Ainsworth menyebut attachment style terbagi kedalam
kelompok besar besar yaitu secure
attachment dan insecure attachment,
individu yang mendapat secure attachment
adalah percaya dirim optimis, serta mampu membina hubungan dekat dengan orang
lain sedangkan individu yang mendapatkan insecure
attachment adalah menarik diri, tidak nyaman dalam sebuah kedekatan,
memiliki emosi yang berlebih, dan sebisa mungkin mengurangi ketergantungan
terhadap orang lain.
Barthholomew mengemukakan empat gaya attachment sebagai berikut :
1. Gaya
kelekatan (secure attachment style)
Individu dengan pola ini digambarkan
sebagai individu yang mempunyai harga diri, kepercayaan interpersonal yang
tinggi mempunyai pandangan yang positif dan mampu membuat hubungan
interpersonal berdasarkan saling percaya. Anak yang memiliki hubungan dekat
dengan orangtua menunjukkan tidak teribat dalam aktivitas kenakalan.
2. Gaya
kelekatan takut menghindar (fearfull-avoidant
attachment style)
Individu dengan pola ini mempunyai pandangan negatif
terhadap dirinya dan orang lain, menderita perasaan dalam ketidakcukupan,
kecemasan dan akan menghindari hubungan dekat dengan orang lain. Anak yang
memiliki kelekatan akan berhubungan dengan kenakalan.
3. Gaya
kelekatan terpreukupasi (pre-occupied
attachment style)
Individu dengan pola ini mempunyai padangan yang
negatif terhadap diri sendiri, tetapi
masih mengharapkan orang lain akan menerima dan mencintai dirinya,
sehingga individu dengan tipe ini berusaha membuat hubungan dengan orang lain
tetapi mereka takut ditolak anak yang memiliki pandangan positif dan negatif
terhadap dirinya sendiri tidak akan mempunyai kemampuan berkompetisi sosial.
4. Gaya
kelekatan menolak (dismissing attachment
style)
Individu dengan pola ini mempuunyai karakter
posif dalam memandang diri sendiri,
merasa berharga, mendiri dan merasa patut untuk mendapat atau membuat hubungan
yang tulus karena mereka mengharapkan orang lain yang lebih buruk dari mereka, sehingga
pola ini digolongkan dalam sisi negatif. Anak dengan gaya kelekatan ini
kekurangan komunikasi dan kepercayaan dengan ditambah perasaan terabaikan, biasanya
berhubungan dengan masalah perilaku seperti agresif dan kenakalan-kenakalan
lainnya.
C.
Aspek-aspek
Dari Kelekatan
Arsmden dan Greenberg menjelaskan terdapat tiga
aspek kelekatan diantaranya sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Orangtua memberikan kepercayaan, ememahami
kebutuhan, menghargai, dan menghormati pilihan maupun keputusan, melibatkan
dalam meneyelesaikan konflik, maupun masalah yang terjadi pada anak. orangtua
tetap mengontrol apa yang dilakukan anak baik disekolah maupun dilingkungan saat
bermain.
2. Komunikasi
Orangtua membimbing anak agar mau terbuka,
membicarakan masalah yang dihadapi baik itu tentang diri nya sendiri maupun
masalah dengan orang laijn. Orangtua mampu merespon dengan baik kedaan
emosional yang sedang dialami anak, adanya kepedulian dan kekawatiran,
kemampuan memberikan dukungan dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapu
anak. komunikasi antara anak dan orangtua dapat membuat suatu individu menjadi
terbuka dalam menceritakan setiap permasalahan yang dihadapi anak.
3. Pengasingan
Pengasingan terjadi jika orangtua tidak responsif
pada anak serta tidak memberikan kepercayaan terhadap apa yang telah dilakukan
oleh anak.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga aspek kelakatan yaitu kepercayaan yang diberikan orangtua
terhadap apan yang dilakukan oleh anak, menjalani komunikasi dengan baik agar
mau terbuka tentang masalah yang dihadapi oleh anak, tidak mengasingkan anak
dari permasalahn keluarga.
D.
Faktor
Yang Mempengaruhi Pola Kelakatan
Colin menjelaskan pola-pola kelekatan dipengaruhi
oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Tokoh
pengasuh
Kepribadian dari pengaruh utama dapat menentuka atau
mempengaruhi pola kelekatan pada anak. pengasuhan yang menderita penyakit
mental atau gangguan kepribadian mungkin mengasuh dan merespon bayi dengan cara
yang menyimpang. Kemudian bayi akan mengembangkan menjagaan, mengubah, atau
penyimpangan pola perilaku dari kelekatan.
2. Faktor-faktor
dan demografis
Jenis kelamin anak, urutan atau golongan sosial anak
mempengaruhi pola kelekatan. Status sosioekonomi yang sangat rendah dapat
membantu untuk meramalkan pola kelekatan terhadap ibu. Pada kasus sebuah
keluarga yang snagat miskin, anxiousattachment
kepada ibu lebih banyak dalam kedaan yang biasa dari pada sereka yang
berada ditingkat ekonomi yang lebih baik. Keluarga dalam kemiskinan sering
mengalami beragam masalah.
3. Penggunaan
obat-obatan dan alkohol
Ibu yang mengguankan alkohol atau obat-obatan saat
masa kehamilan akan menyebabkan efek jangak panjang atau bahkan efek yang tidak
dapat diubah pada bayi. orang dewasa yang kecanduang obat-oabtan mungkin
berpengaruh banyak efek yang tidka diinginkan pada anak.
4. Tempramen
bayi
Sifat tempramen pada anak termasuk tingkat
aktivitas, rentang perhatian kecenderungan dalam keadaan sulit, kemarahan,
takut, reaksi, emosional, menenangkan, dan ketekunan.
5. Kelahiran
prematur dan penyakit dini
Bayi yang premarur cenderung menunjukkan koordinasi
motorik yang lemah, lebih sedikit menagis, lebih mudah marah, dan sulit merakan
kenyamanan.
6. Dukungan
sosial
Dukungan sosial dari ibu memberikan konstribusi yang
penting utnuk kualitas kelekatan anak pada ibu. Dapat disimpulkan dari pendapat
diatas adalah faktor kelekatan dipengaruhi oleh tokoh pengasuh, status ekonomi,
penggunaan obat-obatan dari pengasuh, tempramen bayi, kelahiran prematur, dan
dukungan sosial dari pengasuh. Orangtua sebagi pengasuh hendaknya mementukan
atau mempengaruhi pola kelakan, sehingga bermanfaat untuk perkembangan anak.
E.
Tahap-Tahap
Pembentukan Kelekatan (Attachment)
Adapun tahap-tahap perkembangan kelakatan attachment pada anak usia dini, yaitu :
1. Tahap
1 indiscriminste Socialbility umur
0-2 bulan
Bayi tidak membedakan antara orang-orang dan merasa
senang dengan, atau menerima dengan senang
orang yang dikenal dan yang tidak dikenal.
2. Tahap
2 attachment is the makin umur 2-7
bulan
Bayi mulai mengakui dan menyukai orang-orang yang
dikenal, tersenyum pada orang yang lebih dikenal.
3. Tahap
3 specific clear-cut attachment umur
7-24 bulan
Bayi telah mengembangkan keterkaitan dengan ibu atau
pengasuhan pertama lainnya dan akan berusaha untuk senantiasa dekat dengannya,
akan mengais ketika berpisah dengannya.
4. Tahap
4 gold-coordinated partenerships 24
dan seterusnya
Sekarang bayi merasa lebih aman dalam berhubungan
degan pengaruh pertama, bayi tidak merasa sedih selama berpisah dari ibu atau
pengasuh pertamanya dalam jangka waktu yang lama.[8]
F.
Upaya
Membentuk Kelekatan Yang Positif
Menurut Tia Rahmania berbagai bentuk kelakatan yang
dapat diberikan kepada anak adalah pemahaman dan pengertian tentang kebutuhan
para anak dan tanggapan orangrua.
Misalnya bagaimana orangtua membuat anak merasa nyaman bila ada didekat
mereka tunujukkan sikap yang hangat dan ketertarikan pada aktivitas yang
dilakukan anak mereka yang telah anak sehingga terjalin percakapan yang sanati
dan nyaman, dukungan orangtua terhadap pengembangan otonomi atau kemandirian
anak. Misalnya,
orangtua memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan menentukan jurusan
pendidikan mereka, orangtua berperan dalam memberikan dukungan secara emosional
disaat anak berada dalam masalah atau tertekan.
Tentunya dukungan emosional ini akan bisa
dilakukan apabila orangtua dan anak sendiri sebelumnya telah merasa nyaman
mengungkapkan kondisi perasaan mereka satu sama lain, oleh karena itulah para
orangtua harus bisa mendukung munculnya keterbukaan perasaan di dalam keluarga,
respon yang positif. Hindari untuk mengkritik saat anak mengajukan pendapatnya,
walaupun ide atau gagasan mereka tidak biasa tapi coba awali dengan meminta
anak untuk mengungkapkan idenya terlebih dahulu sebelum kemudian mengajak mereka
untuk berpikir konsekuensi yang bisa terjadi dari ide tersebut. Hal itu jauh
lebih baik dan akan membuat anak merasa mendapatkan apresiasi sehingga terjadi
keterbukaan antara orangtua dan anak.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa orangtua berperan penting dalam membentuk tingkah laku anak,
orangtua diharapkan dapat membentuk kelekatan yang positif, bentuk
kelekatan yang dapat diberikan kepada anak adalah pemahaman, pengertian,
memberikan kesempatan dalam mengambil keputusan, memberikan dukungan emosional,
dan menghargai pendapat anak.[9]
G.
Manfaat
Kelekatan (attachment)
Menurut Fahlberg, kelekatan dapat
membantu anak utntu, yaitu sebagai berikut :
1. Mengembangkan
potensi intelektual
2. Menjelaskaan
yang anak liat
3. Berfikir
secara logis
4. Mengembangkan
empati
5. Membuat
anak percaya diri
6. Mengatasi
stress dan frustasi
7. Mempu
mengatasi ketakutan dan kekhawatiran
8. Mengembangkan
hubungan selanjutnya
9. Mengurangi
kecemburuan[10]
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Ani Wijirahayu, Diah Krisnatuti,
Istiqlaliyah Muflikhati, “ Kelekatan Ibu-Anak, Pertumbuhan Anak, Dan
Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Prasekolah”, Jurnal. Ilm. Kel. & Kons., September
2016, Vol. 9, No.3.
Asep Supena,
Esther Novelia Pardede, Fahrurrozi, “HUBUNGAN KELAKATAN ORANGTUA DAN REGULASI
DIRI DENGAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK” (Studi Korelasi Pada Anak Kelas 3 di SD
Pengudi Luhur Jakarta), Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 12 Edisi 1,
April 2018, E-ISSN : 2503-0566.
Avin Fadilla
Helmi, “GAYA KELEKATAN DAN KONSEP DIRI”, Jurnal Psikologi, 1999 Vol. 2 No. 1,
ISSN : 0215-8884.
Cenceng,
“Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby)”, Lentera, Vol. IXX, No. 2, Desember 2015.
Desmita, “Psikologi Perkembangan”, Bandung : PT
REMAJA ROSDA KARYA, 2015.
Muazar Habibi, “Analisis Kebutuhan Anak”, Yogyakarta
: CV Budi Utama, 2018.
Maya Oktia Nora,
“PENGARUH KELEKATAN DAN HARGA DIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERSOSIALISASI ANAK”,
Jurnal Pendidikan Usia Dini, Vol. 9 Edisi 2, November 2015.
Nur’aini
Safitri, Rika Devinati, Suci Lia Sari, “KELEKATAN ORANGTUA UNTUK MEMEBNTUK
KARAKTER ANAK”, Educational Guidance and Counseling Deevelopment Journal,
p-ISSN: 2615-3661 e-ISSN: 26158358, Vol. 1 No. 1 , April 2018.
Rika
Aulya Purnama, Sri Wahyuni, “
Kelekatan (Attachment) pada Ibu dan Ayah Dengan Kompetensi Sosial pada
Remaja”, Jurnal Psikologi, Volume 13 Nomor 1,
Juni 2017.
Zusy Aryanti,
“KELEKATAN DALAM PERKEMBANGAN ANAK”, Dosen Psikologi Jurusan Tarrbiyah STAIN
Jurai Siwo Metro, Tarbawiyah, Vol 12 No. 2, Edisi Juli-Desember 2015.
[1] Avin Fadilla Helmi, “GAYA
KELEKATAN DAN KONSEP DIRI”, Jurnal Psikologi, 1999 Vol. 2 No. 1, ISSN :
0215-8884, hlm 9
[3] Muazar Habibi, “Analisis Kebutuhan Anak”, Yogyakarta
: CV Budi Utama, 2018. hlm 4
[6]
Asep Supena, Esther Novelia
Pardede, Fahrurrozi, “HUBUNGAN KELAKATAN ORANGTUA DAN REGULASI DIRI DENGAN
KEMAMPUAN SOSIAL ANAK” (Studi Korelasi Pada Anak Kelas 3 di SD Pengudi Luhur
Jakarta), Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 12 Edisi 1, April 2018, E-ISSN
: 2503-0566. hlm 40-41
[7]
Maya Oktia Nora, “PENGARUH
KELEKATAN DAN HARGA DIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERSOSIALISASI ANAK”, Jurnal Pendidikan
Usia Dini, Vol. 9 Edisi 2, November 2015. hlm 384
[8] Desmita, “Psikologi Perkembangan”, Bandung : PT REMAJA ROSDA KARYA, 2015.
hlm 121
[9] Nur’aini Safitri, Rika Devinati,
Suci Lia Sari, “KELEKATAN ORANGTUA UNTUK MEMEBNTUK KARAKTER ANAK”, Educational
Guidance and Counseling Deevelopment Journal, p-ISSN: 2615-3661 e-ISSN:
26158358, Vol. 1 No. 1 , April 2018, hlm 3-7
[10]
Zusy Aryanti, “KELEKATAN
DALAM PERKEMBANGAN ANAK”, Dosen Psikologi Jurusan Tarrbiyah STAIN Jurai Siwo
Metro, Tarbawiyah, Vol 12 No. 2, Edisi Juli-Desember 2015, hlm 257
Komentar
Posting Komentar