PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI
A.
Pengertian
Perkembangan Kognitif
Kognitif
adalah suatu proses berfikir, dimana kemampuan individu untuk menghubungkan
menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif
berhubugan dengan tingkat kecerdasan (inteligensi) yang menaandai seseorang
dengan berbagai minat terutama sekali dityujukan kepada ide-ide dan belajar.
Gardner berpendapat bahwa inteligensi sebagai kemampuan untuk memcahkan masalah,
lebih lanjut Gardner mengajukan konsep dari inteligensi dan membedakannya
kepada delapan jenis inteligensi, yaitu inteligensi linguistic, logis, spasial,
music, kinestetik, intrapribadi dan interpribadi dan naturalis.[1]
Perkembangan
kognitif adalah perkembangan kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan
karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik, maka dunia
kognitif anak berkembang pesat, makin kreatif, bebas dan imajinatif.[2]
Perkembangan
kognitif berkaitan dengan kemampuan daya pikir, seperti belajar memecahkan
masalah, berpikir logis, berbahasa, dan mengingat. Untuk mengembangkan aspek
ini anak dilatih untuk mengumpulkan dan memahami informasi dengan
membandingkan, membedakan, memilih, mengelompokkan, menghitung, mengenali
pola-pola.[3]
B.
Teori
Dasar Perkembangan Kognitif
Pada
rentang usia 3-4 sampai 4-6 tahun, anak memasuki masa prasekolah yang merupakan
masa kesiapan untuk memasuki pendidikan formal yang sebenarnya di sekolah dasar.
Berikut adalah beberapa teroi kognitif menurut para ahli :
1. Jean
Piaget
Piaget mengemukakan bahwa seorang
individu dalam hidupnya akan selalu berinteraksi dengan lingkungan, dimana
dalam interaksi ini akan memperoleh:
Sekamata yaitu
sebuah skema yang berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam
menginterprestasi dan memahami dunia. Dalam pandangan Piaget, skema mencakup
baik kategori proses perolehan pengetahuan maupun pengetahuan. Contoh : seorang
anak memiliki skema tentang jenis binatang, misalnya dengan kucing. Bila
pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan
beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning dan bersiul. Suatu
saat mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak perlu memodifikasikan skema
yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan burung yang baru ini.
Asimilasi yaitu
proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang telah ada, proses ini
bersifat subjektif karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang diperolehnya agar dapat masuk ke dalam skema yang telah ada
sebelumnya. Dalam contoh di atas melihat burung kenari dan memberinya label
“burung” merup[akan contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si
anak.
Akomodasi yaitu
bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema
akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang telah ada.
Dalam contoh di atas melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label “burung” merupakan contoh mengakomodasi binatang si
anak. Melalui proses kedua penyesuaian tersebut system mognisi seseorang
berubah dan berkembang sehingga dapat meningkat dari satu tahap ke tahap
lainnya.
Ekuilibrium adalah
berupa keadaan seimbang antara struktur kognisi dan pengalamannya di
lungkungan. Seorang akan selalau berupaya agar keadaan seimbang tersebut. Jadi,
kognisi anak berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara
pasif tetapi anak tersebut secara aktif mengonstruksikan pengetahuannya.[4]
Piaget berpendapat bahwa proses belajar
anak usia dini harus meliputi empat
tahapan, antara lain:
a. Tahap
Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Pada
tahap ini anak menmgatur dan mengembangkan kegiatan mental dan fisik menjadi
rangkaian yang bermakna. Bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia
mereka melalui indra mereka yang seddang berkembang dan melalui aktivitas
motorik . aktivitas kognitif berpusat pada aspek sensori motor, artinya dalam
tahap ini anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan melalui sensori
motor nya. Keadaan ini merupakan dasar
dari perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk
melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan,
b. Tahap
pra-operassional (2-7 tahun )
Pada
tahap ini anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal di luar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai system yang
terorganisasikan. Anak sudah dapat memahami sebuah kenyataan yang ada di
lingkungannya dengan menggunakan simbol dan tanda-tanda. Cara berfikir anka
pada tahap ini bersifat tidak sisitematis, tidak konsisiten dan tidak logis.
Hal ini di tandai dengan cirri-ciri sebagai berikut :
1) Transdictive reasoning,
yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau indiktif tetapi tidak logis.
2) Ketidak
jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebaab-akibat
secara tidak logis.
3) Animisme,
yaitu anak menganggap bahwa semua benda-benda yang hidup itu seperti dirinya.
4) Artificalisme,
yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti
manusia.
5) Perceptually bound,
yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau didengar.
6) Mental experiment,
yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang
dihadapinya.
7) Centration,
yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu cirri yang paling menarik dan
mengabaikan cirri yang lainnya.
8) Egosentrisme,
yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya.
c. Tahap
operasional konkret (7-11 tahun )
Pada
tahap ini seorang anak dapat membuat kesimpulan dari seesuatu pada situasi
nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua
aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan
ukuran). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut
yang berlainan, tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka yang
mempunyai rambut yang paling gelap.
d. Tahap
operasional formal (11 tahun keatas )
Pada
tahap ini kegiatan kognitif kemampuan seseorang untuk menalara secara abstrak meningkat sehingga
seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif.[5] Piaget
juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif seorang siswa adalah melalui
sebuah proses asimilasi dan akomodasi. Di dalam pemikiran seseorang, sudah terdapat
struktur kognitif yang disebut dengan skema. Setiap orang akan selalu berusaha
untuk mencari suatu keseimbanga, kesesuaian atau ekuilibrium antara apa yang
baru dialami (pengalaman barunya) dan apa yang ada pada struktur kognitifnya.
proses asimilasi dapat terjadi dengan mudah, dan keseimbangan (ekuilibrium)
tidak terganggu. Jika apa yang tersimpan di krangka kognitifnya tidak cocok
dengan pengalaman barungan, ketidak seimbangan akan terjadi, dan anak beerusaha
untuk menyeimbangkanya lagi.[6]
2. Bruner
Bruner berpendapat bahwa peranan guru
harus menciptakan situasi, di mana siswa dapat belajar sendiri dari pada memberika suatu paket yang berisi
informasi atau pelajaran kepada siswa. Teori ini berbeda dengan teori kognitif,
yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan pemahaman dan persepsi. Maksudnya,
teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik jika seorang
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan yang
mencangkup konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui sebuah contoh
yang menggambarkan tentang aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan teori bruner antara lain
menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa sehingga
dapat menemukan jawabannya, menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya
secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi.
Menurut Bnuner, seiring dengan seiring
dengan terjadinya pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui tiga
tahapan pembelajaran, yaaitu meliputi sebagai berikut:
a. Tahap
enaktif
Enaktif
adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek, melakukan/mengaplikasikan
pengetahuan tersebut dari pada hanya memahainya. Seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungan yang ada di sekitarnya. Suatu
tahap pembelajaran jika materi pembelajaran bersifat nyata dipelajari siswa dengan
menggunakan benda-benda nyata. Dengan demikian, topik pembelajaran tersebut
diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
b. Tahap
ikonik
Ikonik
adalah pembelajaran melalui gambaran, dalam hal ini peserta didik
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Tahap
pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat abstrak, dipelajari siswa
dengan menggunkan ikon, gambar dan diagram yang menggambarkan kegiatan nyata
dengan benda-benda konkret. Dengan demikian, topik pembelahjaran yang bersifat
abstrak ini telah direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda
nyata yang dapat diamati siswa, lalu dipresentasikan atau diwujudkan dalam
gambar atau diagram yang bersifat semi-konkret.
c. Tahap
simbolik
Simbolik
adalah pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak yang
sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Dalam
tahap ini seseorang telah mampu mempunyai ide-ide abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa atau logika. Cara yang baik untuk
belajar adalah memahami arti, konsep, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk mencapai suatu kesimpulan (discovery learning).[7]
3. David
P. Ausubel
Teori ini disebut juga teori hafalan (
rote learning), Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan
besar tidak dapat menjawab soal baru lainya. karena materi matematika bukanlah
pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang utuh
dan saling berkaitan antara yang satu dan lyang lainnya, setiap siswa harus
menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah itu
siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah dipunyanya agar
terjadi suatu proses pembelajarn yang berrmakna (meaningful learning).
Karenanya Ausubel menyatakan berikut,
yaitu bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan
bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan akan terjadi jika
siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama.[8]
Adapun Identifikasi karakteristik
Perkembangan Kognitif anak usia 3-4 tahun sampai usia 5-6 tahun berdasarkan
teori-teori yang dikemukakan para ahli dan tugas perkembangan pada masa anak
prasekolah sebagai berikut:
a. Memahami
konsep makna berlawanan: kosong/penuh atau ringan/berat
b. Menunjukkan
paham mengenai di depan/ di belakang; di atas/ di bawah.
c. Mempu
membedakan bentuk lingkaran atau persegi dengan objek nyata atau bentuk gambar.
d. Sengaja
menumpuk balok sesuai dengan bentuk dan ukuran.
e. Mengelompokkan
benda yang memiliki persamaan; warna, bentuk dan ukuran.
f. Mampu
mengetahui dan menyebutkan umurnya.
g. Memasangkan
dan menyebutkan benda yang sama.
h. Mencocokkan
persegi panjang dan segitiga.
i.
Menyebutkan lingkaran
dan kotak jika diperlihatkan.
j.
Memahami konsep
lambat/cepat, sedikit/banayak, tipis/tebal, dan sempit/luas.
k. Mampu
memahami apa yang harus dilakukan jika tali sepatu lepas, jika haus dan jika
lapar.
l.
Menghitung anhkat lima
sampai sepuluh.
m. Mengenal
huruf kecil dan huruf besar.
n. Menceritakan
kembali isi cerita yang telah disampaikan oleh guru.
o. Mengklasifikasikan
angka, tulisan, buah dan sayur.[9]
C.
Factor
Yang Mengembangkan Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Banyak factor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif, berikut bebrapa factor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif, antara lain:
1. Faktor
Hereditas/Keturunan
Factor hereditas yaitu dimana manusia
lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan. Dikatakan juga bahwa taraf inteligensi/kognitif sudah ditentukan
sejak anak dilahirkan.
2. Faktor
Lingkungan
Fakotr lingkungan yaitu dimana manusia
dilahirkan dalam keadaaan suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada
tulisan atau noda sedikitpun. Perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh
lingkungannya. Inteligensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan
yang diperolehnya melalui lingkungannya.
3. Faktor
Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat
dikataakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing.
4. Faktor
Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan diluar
diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pembentukan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar) dan sengaja
(sekolah formal). Sehingga manusia berbuat intigen kaarena untuk menyhesuaikan
diri.
5. Faktor
Minat dan Bakat
Minat mengaarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik
lagi. Adapun bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang
dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan mempengaruhi
tingkat kecerdasannya. Artinya seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka
akan semakin cepat dan mudah untuk mempelajarinya.
6. Faktor
kebebasan
Kebebasan yaitu keluesan manusia untuk berfikir
divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.[10]
D.
Strategi
Menanamkan Karakter Anak Pada Perkembangan Kognitif
Terdapat
beberapa macam strategi pengembangan kognitif yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kognitif anak usia dini, antara lain:
1.
Belajar
dalam bermain
Gambar 1.1 mencocokan balok dengan gambar
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
anak usia dini sepanjang hari karena karena dunia merelka adalah bermain. Anak
usia dini belum bisa membedakan belajar dan bermain. Anak-anak umunya sangat
menikmati permaainan dimanapun tempatnya merekaa akan tetap melakukan permainan
yang dia suka. Piaget mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang
dilaakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan dan kepuassan bagi diri
seseorang. Bermain memvbuat anak senang, bermain yang terprograam adalah
strategi yang tepat untuk mengoptimalkan perkembangan kognitif anak.
2.
Bereksperimen/melakukan
percobaan
Gambar
1.2 kegiatan mencampurkan warna
Eksperimen adalah suatu cara anak
melakukan berbagai percobaan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.
Dalam metode ini anak dapat menemukan sesuatu berdasarkan pengalaman yang
sudaha didapatkannya. Sebagai contoh sederhana guru menyediakan kertas dan
contoh gambar, anak dipersilahkan menggambar sesuai dengan imajinasi anak.
3.
Berjalan-jalan
(karyawisata)
Gambar 1.3 Berkunjung ke kebun binatang
Anak sangat senang ketika diajak
jalan-jalan. Sesuai dengan teori belajar Vigotsky bahwa karya wisata anak
belajar berinteraksi dengan orang dan lingkungan. Melalui interaksi itulah anak
akan meningkatkan perkembangan kgnitif anak.
4.
Bermain
Peran (drama)
Gambar
1.4 bermain peran sebagai penjuaal dan pembeli
Salah satu strategi yang dapat di
terapkan dalam pembelajaran du Tk/PAUD adalah bermain peran, bermaain peran
adalah caara memahami sesuatu melalui peran-peran yang dilakukan oleh tokoh atu
benda-benda di sekitar anak, sehingga anak dapat memahami sesuatu sekitarnya sambil
berimajinasi.
5.
Berhitung
Anak usia dini sangat peka terhadap
informasi dari sumber manapun. Pada usia 5 tahun anak sebenarnya sudah siap
untuk mulai dikenalkan matematika (berhitung). Matematika pada usia dini adalah
kegiatan belajar tentang konsep matematika melalui aktivitas bermain dalam
kehidupan sehari-hari. Permainan matematika diberikan secara bertahap diawali
dengan menghitung benda-benda yang ada di sekitarny. Permainan matematika
membutuhkan suasana yang menyenangkan dan memberikan rasan aman dan kebebasan
bagi anak. Maka dari itu di butuhkan
alat peraaga/media yang sesuai dengan tujuan, menraik, dan bervariasi, mudah digunakan
dan tidak membahayakan.[11]
Kemampuan mengenal angka 1-10 adalah
kemampuan untuk dapat mengenal angka 1-10 secara lisan maupun tertulis yang
dilakukan penilaian dengan lembar observasi menyebut angka 1-10, lembar kerja
anak menjodohkan gambar asosiatif dengan angka 1-10 dan menulis angka 1-10.
Media gambar asosiatif adalah media
gambar dari kertas karton yang diberi
gambar sesuai dengan angka yang diasosiasikan, misalnya gambar bola untuk angka 0, gambar pensil untuk angka
1, gambar angsa untuk angka2, gambar burung terbang untuk angka 3, gambar kursi
terbalik untuk angka 4, gambar gantungan sangkar burung untuk angka 5, gambar
sendok sayur untuk angka 6, gambar tongkat kakek untuk angka 7, gambar boneka
panda untuk angka 8 dan gambar balon bertali untuk angka 9.[12]
Berikut
adalah contoh gambar Asosiatif angka 1-10 :
= 1
= 6
= 2
= 7
= 3
= 8
= 4
= 9
= 5
= 10
DAFTAR PUSTAKA
Buku
:
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014
Khadijah, Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini,
Medan: Prenada Mulya Sarana, 2016
Miftahul Achyar
Kertamuda, Golden Age, Jakarta: Elex
Media Komputindo 2015
Retno Pudjiati,
dkk, Aku Senang Belajar, Jakarta: Erlangga,
2004
Sri Esti Wuryani
Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Jakarta:
PT. Gramedia, 2006
Yudrik Jahya, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2011
Jurnal :
Fatimah Ibda, Perkembangan Kognitif : Teori Jean Piaget,
Jurnal Intelektualita, Volume 3, Nomor 1, 2015
Fitriyanti, meningkatkan Kemampuan Mengenal Angka 1-10
Dengan Media Gambar Asosiatif\, Skripsi Progam Studi Pendidikan Anak Usia
Dini Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas:
Negri Yogyakarta, 2015
[1] Ahmad Susanto, “Perkembangan Anak Usia Dini”, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal 47
[2] Yudrik Jahja, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), hal 185
[3] Retno Pudjiati, dkk, “Aku Senang Belajar”, (Jakarta:
Erlangga, 2004), hal 5
[4] Khadijah, “Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini”,
(Medan: Prenada Mulya Sarana, 2016), hal 63-64
[5] Fatimah Ibda, “Perkembangan Kognitif : Teori Jean Piaget”,
Jurnal Intelektualita, Volume 3, Nomor 1, 2015), hal 33-34
[6] Yudrik Jahya, “Psikologi
Perkembangan”, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011). hal. 56-58.
[7] Yudrik Jahya, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2011). hal 56-58
[8] Sri Esti Wuryani
Djiwandono, “Psikologi Pendidikan”, (Jakarta:
PT. Gramedia, 2006), hlm. 170-179.
[9] Ahmad
Susanto, “Perkembangan Anak Usia Dini”,
(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal 58
[10] Ahmad Susanto, “Perkembangan Anak Usia Dini”,
(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal 59-60
[11] Miftahul Achyar
Kertamuda, “Golden Age”, (Jakarta:
Elex Media Komputindo 2015), hal 72-74
[12] Fitriyanti, “meningkatkan Kemampuan Mengenal Angka 1-10
Dengan Media Gambar Asosiatif”, Skripsi Progam Studi Pendidikan Anak Usia
Dini Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan (Universitas:
Negri Yogyakarta, 2015), hal 3-4
Komentar
Posting Komentar